PROSEDUR
PENERIMAAN BERKAS PERKARA PIDANA
DI
PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
(Studi
di Pengadilan Negeri Malang)
Oleh:
ANGGRAENI INDAH P
NIM. 0910110008
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia
merupakan negara yang berdasarkan atas hukum.[1]
Konsekuensi dari Negara hukum ini adalah adanya kewajiban bagi pemerintah untuk
menegakkan hukum demi melindungi kepentingan masyarakat. Semua aspek yang
terdapat di dalam masyarakat harus dilandasi dengan hukum agar tercipta
ketertiban dan keteraturan. Wujud penegakan tersebut yaitu dengan membentuk
peraturan perundang-undangan sebagai hukum materiil dan lembaga peradilan
sebagai badan yang menerapkan hukum materiil. Salah satu bidang hukum yang
diterapkan yaitu hukum pidana, hukum yang mengatur tentang hukum publik.
Hukum
pidana terbagi menjadi dua, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana
formil. Menurut Prof.Dr.W.L.G.Lemaire, hukum pidana materiil adalah :[2]
Hukum
pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan
larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan
suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus.
Dengan demikian, dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu
system norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan
untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat
dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi
tindakan-tindakan tersebut.
Konsep
yang disampaikan oleh Lemaire merupakan pengertian dari hukum pidana materiil.
Sedangkan perbedaan hukum pidana materiil dengan hukum pidana formil menurut
Prof.van Hamel yaitu, “Hukum pidana material itu menunjukkan asas-asas dan
peraturan-peraturan yang mengaitkan pelanggaran hukum itu dengan hukuman,
sedang hukum pidana formal menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu
yang mengikat pemberlakuan hukum pidana material”. Hukum pidana formil tersebut
di Indonesia lebih dikenal dengan hukum acara pidana yang terangkum dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan ketentuan hukum pidana
formil yang mengatur proses penerapan hukum pidana materiil. Menurut Satjipto
Rahardjo, peraturan hukum acara pidana memang menciptakan peraturan hukum akan
tetapi sulit untuk disebut mengandung norma hukum.[3]
Dalam hal ini, KUHAP adalah kumpulan norma hukum tetapi norma tersebut bukan
berupa perintah dan larangan. Norma yang diatur dalam KUHAP hanya berupa
batasan-batasan bagi aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan hukum
pidana materiil atau peraturan perundang-undangan. Pembatasan ini dimaksudkan
agar mereka tidak keluar dari koridor hukum.
Pembatasan
dalam KUHAP hanya berupa rambu-rambu secara umum sehingga tidak memberikan kejelasan
mengenai proses penerapan. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung menerbitkan sebuah
buku pedoman untuk memperjelas proses dari masing-masing rambu di dalam KUHAP.
Salah satu buku pedoman yang diterbitkan yaitu Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI.
Pedoman yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung mengatur tentang administrasi maupun teknis dari peradilan pidana. Tahap-tahap dalam penanganan perkara pidana di pengadilan diatur secara sistematis. Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk mempermudah pelaksanaan peradilan pidana sehingga asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan segera terwujud.
Pedoman yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung mengatur tentang administrasi maupun teknis dari peradilan pidana. Tahap-tahap dalam penanganan perkara pidana di pengadilan diatur secara sistematis. Tujuan dari mekanisme ini adalah untuk mempermudah pelaksanaan peradilan pidana sehingga asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan segera terwujud.
Disamping
itu, untuk menindaklanjuti pedoman teknis peradilan pidana, masing-masing
lembaga peradilan membentuk Standart Operating Procedure (SOP). Menurut Tjipto
Atmoko: [4]
Standar
Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas
pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah
berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan prosedural sesuai
dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang
bersangkutan.
SOP
Lembaga Peradilan Umum mengatur proses penanganan perkara pidana secara lebih
rinci agar penyelesaian perkara bisa tepat waktu. Masing-masing tahap dalam
alur penanganan perkara dibatasi dengan estimasi waktu atau batas maksimun
penyelesaian. Hal ini dilakukan untuk mendukung salah satu asas hukum acara
pidana yaitu asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Asas
peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan merupakan salah satu asas hukum
acara pidana. Asas ini tertuang dalam Pasal 50 KUHAP yang menyebutkan :
1.
Tersangka berhak segera mendapat
pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
2.
Tersangka berhak perkaranya segera
dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
3.
Terdakwa berhak segera diadili oleh
Pengadilan.
Pasal tersebut menerangkan bahwa
tersangka berhak perkaranya segera dimajukan dan diadili oleh pengadilan. Hal
ini dilakukan untuk mencapai proses peradilan yang cepat, sederhana dan biaya
ringan. Proses yang cepat dan tidak berbelit-belit akan segera memberikan
keadilan bagi pihak tersangka maupun korban.
Mengingat pentingnya penerapan
asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan dalam prosedur penanganan
perkara pidana, maka dalam Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) ini, penulis mengangkat masalah mengenai “Prosedur
Penanganan Perkara Pidana di Pengadilan Tingkat Pertama ( Studi di Pengadilan
Negeri Malang )”.
Pasal
4 UU No 2 tahun 1999 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan
dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berdasarkan
ketentuan tersebut dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pedoman
pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengikuti Kuliah Kerja Lapang sebagai hal yang perlu
dipelajari mahasiswa untuk mendukung penerapan dan aplikasi dari teori ilmu
yang diterima di Perguruan Tinggi. Melalui pembelajaran KKL ini diharapkan
mahasiswa mempunyai gambaran tentang prosedur penanganan perkara pidana di
Pengadilan Negeri Malang sehingga mampu mandiri dan mempersiapkan diri terjun
ke dalam Lembaga Peradilan di Indonesia.
B. RUANG LINGKUP KEGIATAN
Penulis akan membatasi
ruang lingkup kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dengan mengidentifikasi
tentang tempat kedudukan kantor Pengadilan Negeri Malang, sejarah berdirinya
Pengadilan Negeri Malang, fungsi dan tugas Pengadilan Negeri Malang, visi dan
misi Pengadilan Negeri Malang, struktur organisasi Pengadilan Negeri Malang,
mekanisme bekerjanya Pengadilan Negeri Malang saat ini, kendala yang dihadapi
dalam bekerjanya Pengadilan Negeri Malang, upaya yang sudah dilaksanakan oleh
Pengadilan Negeri Malang, serta rekomendasi untuk penyelesaian masalah,
perkembangan dan penyempurnaan terhadap bekerjanya Pengadilan Negeri Malang.
Semua hal di atas dikhususkan mengenai salah satu tugas lembaga, yaitu mengurus
penanganan perkara pidana.
C. TUJUAN KEGIATAN
Beberapa tujuan yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan program Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) ini antara lain adalah :
1
Mengetahui prosedur penanganan perkara
pidana di Pengadilan Negeri Malang.
2
Mengetahui tahap-tahap pelaksanaan
administrasi hasil penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Malang.
3
Mengetahui kendala dan upaya untuk mengatasi
kendala tersebut dalam penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Malang.
D. MANFAAT KEGIATAN
1.
Manfaat Teoritis
Memberikan
sumbangan bagi bangsa dan negara dalam menyikapi persoalan penerapan asas
peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan untuk mencapai kepastian hukum.
2. Manfaat Praktis
a.
Bagi Pengadilan Negeri
Malang
KKL
ini diharapkan dapat menjadi sebuah evaluasi terhadap kinerja lembaga negara, yaitu
Pengadilan Negeri Malang, dalam penerapan asas peradilan cepat, sederhana, dan
biaya ringan khususnya mengenai penanganan perkara pidana sebagai wujud
terlaksananya asas tersebut. Dengan demikian hasil evaluasi dalam Kuliah Kerja
Lapangan ini diharapkan dapat menjadi referensi pertimbangan dan alternatif
solusi dalam usaha mewujudkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
b. Bagi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
KKL
ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi baru bagi pengembangan
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, khususnya bagi Dosen dan
Mahasiswa dalam konsentrasi Hukum Pidana. Selain itu juga dapat menjadi alat
untuk mengembangkan hubungan kerjasama antara Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya dengan lembaga negara yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri
Malang.
c. Bagi Masyarakat
KKL ini diharapkan
mampu memberikan sebuah pandangan dan referensi terhadap masyarakat mengenai
salah satu tugas Pengadilan Negeri Malang dalam penanganan perkara pidana.
E.
METODE
KEGIATAN
Metode
kegiatan dalam pelaksanaan KKL ini adalah Metode Partisipatif, artinya
mahasiswa yang bersangkutan terlibat dalam proses kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga tempat KKL.
Adapun
metode pencarian data yang dilakukan untuk melengkapi penyusunan Laporan Kuliah
Kerja Lapangan (KKL) adalah sebagai berikut:
1.
Observasi
Suatu cara untuk memperoleh data dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap suatu objek tertentu dengan cara ikut
serta aktif melihat, mengamati, dan juga melaksanakan kegiatan yang terjadi
pada objek yang bersangkutan serta mengadakan pencatatan secara sistematis
terhadap objek yang diteliti.
2.
Interview
Suatu cara pengumpulan data dengan
mengadakan wawancara langsung pada pihak terkait (informan kunci/sumber
informasi) yang terdapat dalam Pengadilan Negeri Malang, yang dianggap dapat
memberikan penjelasan sehubungan dengan objek yang diteliti atau masalah yang
akan dibahas.
3.
Studi Dokumentasi
Suatu cara untuk memperoleh data yang
dilakukan dengan cara menelusuri dokumentasi yang terdapat di Pengadilan Negeri
Malang.
F. TAHAPAN KEGIATAN
Dalam
pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL), penulis akan banyak mengamati
dan mencari informasi mengenai kegiatan-kegiatan Pengadilan Negeri Malang. Hal
ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan pegawai Pengadilan Negeri Malang yang diharapkan dapat memberikan
keterbukaan, dan kerjasama yang baik sehingga penulis dapat dengan jelas
mengetahui informasi-informasi yang ada di dalamnya guna memperoleh data yang
diperlukan untuk menyusun laporan KKL.
Prosedur
pelaksanaan KKL yang akan dilakukan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1.
Persiapan : Minggu I – II
a.
Melakukan konsultasi dengan dosen
pembimbing untuk mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan proposal
pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
b.
Mengurus Surat Pengantar dari Dekan
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya di Bagian Akademik yang ditujukan kepada Pengadilan
Negeri Malang.
c.
Menyampaikan Surat Pengantar dari Dekan
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan proposal KKL yang telah disetujui oleh
dosen pembimbing ke Pengadilan Negeri Malang.
2.
Pelaksanaan : Minggu III – IV
a.
Mencari data-data di Pengadilan Negeri
Malang dengan menggunakan metode :
1.
Wawancara
Kegiatan
wawancara adalah kegiatan memperoleh data dan informasi melalui dialog atau
wawancara langsung dengan sumber data yang berasal dari pegawai Pengadilan
Negeri Malang. Pegawai Pengadilan Negeri Malang yang menjadi narasumber dalam
wawancara yaitu :
a.
Panitera Muda Pidana
Hal-hal
yang menjadi bahan wawancara dengan Panitera Muda Pidana yaitu mengenai
penerimaan berkas perkara pidana yang merupakan pelimpahan perkara dari
Kejaksaan Negeri. Keterkaitan tersebut menyangkut proses penerimaan dan
kelengkapan berkas perkara pidana yang harus dipenuhi oleh Kejaksaan Negeri.
b.
Panitera / Sekretaris
Hal-hal
yang menjadi bahan wawancara dengan Panitera/Sekretaris yaitu mengenai proses
administrasi dalam penetapan penunjukan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
c.
Hakim
Hakim
merupakan pemimpin sidang sehingga hal-hal yang dapat menjadi bahan wawancara yaitu
proses pelaksanaan sidang khususnya terkait dengan penjatuhan putusan.
d.
Panitera Pengganti
Dalam
prosedur penanganan perkara pidana, Panitera Pengganti memiliki peran penting
dalam persiapan sidang, pelaksanaan sidang, maupun setelah sidang. Hal-hal yang
dapat menjadi bahan wawancara dengan Panitera Pengganti yaitu terkait dengan
penetapan hari sidang, proses persidangan, pencatatan persidangan, maupun pembuatan
petikan putusan.
e.
Panitera Muda Hukum
Panitera
Muda Hukum memiliki peran penting dalam administrasi putusan perkara pidana
yang sudah inkrach. Hal-hal yang menjadi bahan wawancara dengan Panitera Muda
Hukum yaitu mengenai administrasi putusan perkara pidana serta penyampaian
putusan kepada terdakwa dan Penuntut Umum.
2.
Studi dokumentasi
Studi
dokumentasi merupakan studi dokumen-dokumen di Pengadilan Negeri Malang yang
berkaitan dengan prosedur pelaksanaan penanganan perkara pidana.
Dokumen-dokumen tersebut diantaranya yaitu :
a.
Standart Operating Procedure Penanganan
Perkara Pidana sebagai parameter untuk menentukan kesesuaian pelaksanaan dengan
prosedur.
b.
Berkas Perkara Pidana sebagai contoh
kelengkapan berkas yang harus dipenuhi oleh Kejaksaan Negeri pada saat
pelimpahan perkara.
2.
Observasi.
Observasi
merupakan kegiatan pengamatan secara langsung pada saat proses penanganan
perkara pidana di Pengadilan Negeri Malang. Bentuk pengamatan ini berupa :
a.
Mencatat kelengkapan berkas yang harus
dipenuhi oleh Kejaksaan Negeri pada saat proses penerimaan perkara pidana.
b.
Mencatat proses persidangan mulai dari sidang
1 (Pembacaan Dakwaan) hingga sidang terakhir (Pembacaan Putusan)
b. Mencari dan mencatat berbagai informasi yang
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1)
Kedudukan Pengadilan Negeri Malang.
2)
Sejarah berdirinya Pengadilan Negeri
Malang.
3)
Fungsi dan tugas Pengadilan Negeri
Malang.
4)
Visi dan misi Pengadilan Negeri Malang.
5)
Struktur organisasi Pengadilan Negeri
Malang.
6)
Mekanisme bekerjanya Pengadilan Negeri
Malang pada saat ini.
7)
Kesesuaian bekerjanya Pengadilan Negeri
Malang dengan prosedur.
8)
Pelaksanaan penanganan perkara pidana
oleh Pengadilan Negeri Malang.
9)
Kendala dan atau problematik yang
dihadapi Pengadilan Negeri Malang.
10) Upaya
yang telah dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Malang.
11) Rekomendasi
dari penulis untuk penyempurnaan dan atau alternatif solusi pemecahan
problematik yang dihadapi Pengadilan Negeri Malang.
c. Melakukan
konsultasi dengan dosen pembimbing untuk pelaksanaan kegiatan beserta
penyusunan laporan kegiatan KKL.
3.
Evaluasi : Minggu V – VI
Evaluasi
terhadap
kegiatan KKL yang dilakukan oleh dosen pembimbing selama proses pelaksanaan
kegiatan KKL dan penyusunan laporan kegiatan KKL yang meliputi:
a.
Evaluasi pelaksanaan kegiatan KKL.
b.
Evaluasi penyusunan laporan dari
kegiatan KKL.
Tahapan
Kegiatan KKL
No.
|
Bentuk Kegiatan
|
Bulan VIII
|
Bulan IX
|
|||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
1.
|
Persiapan (konsultasi dengan dosen dan mengurus surat pengantar dari Dekan Fakultas Hukum UB)
|
|||||||||
2.
|
Pelaksanaan
(menyampaikan surat pengantar dari Dekan Fakultas Hukum UB, mencari data-data
di Pengadilan
Negeri Malang, mencari dan
mencatat berbagai informasi yang dibutuhkan, melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing untuk pelaksanaan kegiatan beserta
penyusunan laporan kegiatan KKL)
|
|||||||||
3.
|
Evaluasi terhadap
kegiatan KKL yang dilakukan oleh dosen pembimbing selama proses pelaksanaan
kegiatan KKL dan penyusunan laporan kegiatan KKL
|
BAB II
KERANGKA KONSEPSIONAL
A. PENGERTIAN PROSEDUR
Menurut
Ibnu Syamsi, SW (1994:16), prosedur adalah suatu rangkaian metode yang telah
menjadi pola tetap dalam melakukan suatu pekerjaan yang merupakan suatu
kebulatan. Sedangkan menurut Muhammad Ali (2000:325), prosedur adalah tata cara
kerja atau cara menjalankan suatu pekerjaan. Berbeda halnya dengan Ismail Masya
(1994:74), beliau mendefinisikan prosedur sebagai suatu rangkaian tugas-tugas
yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata
cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan
berulang-ulang. Dari ketiga pendapat tersebut, definisi prosedur harus memenuhi
unsur-unsur :
a.
Serangkaian cara
b.
Memiliki pola tetap
c.
Melakukan pekerjaan
tertentu
B. PENGERTIAN PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
Pengadilan adalah badan atau instansi resmi yang melaksanakan sistem
peradilan berupa memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.[5] Sedangkan Pengadilan tingkat pertama adalah
lembaga peradilan yang melakukan penanganan perkara pidana maupun perdata pada
tingkat pertama atau pada langkah awal pemeriksaan perkara. Salah satu
pengadilan tingkat pertama yaitu peradilan umum.
Peradilan umum adalah salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya atau lebih dikenal dengan istilah Pengadilan Negeri. [6] Pengadilan
Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.[7] Pengadilan Negeri yang berkedudukan di
kabupaten atau kota memiliki wewenang menangani perkara sebatas wilayah
kabupaten atau kota yang ditempatinya.
C. TATA CARA PENDAFTARAN PERKARA
SAMPAI DENGAN PUTUSAN
Indonesia memiliki
berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur penanganan
perkara pidana. Meskipun tidak mencakup prosedur secara keseluruhan, beberapa
pasal terkait penanganan perkara pidana yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan
dapat disusun secara sistematis. Pasal-pasal tersebut memuat prosedur
penanganan perkara pidana mulai dari pendaftaran hingga putusan. secara rinci
dapat disusun sebagai berikut :
1.
Perkara Pidana Biasa
Tata cara penanganan perkara pidana
biasa di Pengadilan Negeri yaitu sebagai berikut :
a.
Pelimpahanan perkara disertai Surat
pelimpahan perkara dari Kejaksaan ke Pengadilan Negeri. (Pasal 152 ayat 1
KUHAP)
b.
Ketua Pengadilan membagikan berkas
perkara kepada Majelis Hakim. (Pasal 56 UU No.2 Tahun 1986)
c.
Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang
harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali perkara mengenai tindak pidana
tertentu. (Pasal 57 UU No.8 Tahun 2004)
d.
Penyelenggaraan administrasi perkara
oleh Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti. (Pasal 58 UU No.2
Tahun 1986)
e.
Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis
Hakim. (Pasal 152 ayat 1 KUHAP)
f.
Majelis Hakim menetapkan hari sidang.
(Pasal 152 ayat 1 KUHAP)
g.
Dalam persidangan, Majelis Hakim dibantu
Panitera Pengganti. (Pasal 11 ayat 3 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
h.
Adanya Penuntut Umum dalam perkara
pidana. (Pasal 11 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
i.
Hadirnya terdakwa dalam persidangan,
kecuali undang-undang menentukan lain. (Pasal 12 ayat 1 UU 48/2009)
j.
Sidang 1, Majelis Hakim memerintahkan
Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa ke persidangan. (Pasal 152 ayat 2 KUHAP)
k.
Pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum.
(Pasal 155 ayat 2 huruf a KUHAP)
l.
Terdakwa dapat mengajukan keberatan.
(Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
m.
Sidang II, pembacaan eksepsi oleh
Penasihat Hukum terdakwa. (Pasal 156 KUHAP)
n.
Sidang III, Majelis Hakim memerintahkan
Penuntut Umum untuk memanggil saksi ke persidangan. (Pasal 152 ayat 2 KUHAP)
o.
Pemeriksaan saksi, alat bukti, dan
terdakwa. (Pasal 158-181 KUHAP)
p.
Sidang IV, pembacaan tuntutan oleh
Penuntut Umum. (Pasal 182 ayat 1 huruf a KUHAP)
q.
Sidang V, pembacaan pembelaan oleh
penasihat hukum terdakwa. (Pasal 182 ayat 1 huruf b dan c KUHAP)
r.
Hakim menyampaikan putusan berdasarkan
hasil musyawarah. (Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
s.
Sidang VI, pembacaan putusan oleh Hakim
Ketua. (Pasal 182 ayat 2-8 KUHAP)
t.
Panitera Pengganti mencatat jalannya
persidangan untuk dibuat berita acara sidang. (Pasal 59 UU No.2 Tahun 1986)
u.
Panitera membuat salinan putusan. (Pasal
62 UU No.2 Tahun 1986)
2.
Perkara Pidana Ringan
Tata cara penanganan perkara pidana
ringan di Pengadilan Negeri yaitu sebagai berikut :
a.
Pelimpahanan perkara disertai Surat
pelimpahan perkara dari Kejaksaan ke Pengadilan Negeri. (Pasal 152 ayat 1
KUHAP)
b.
Perkara langsung disidang pada hari itu
juga saat perkara dilimpahkan. (Pasal 207 ayat 1 huruf b KUHAP)
c.
Ketua Pengadilan membagikan berkas
perkara kepada Majelis Hakim. (Pasal 56 UU No.2 Tahun 1986)
d.
Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang
harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali perkara mengenai tindak pidana
tertentu. (Pasal 57 UU No.8 Tahun 2004)
e.
Penyelenggaraan administrasi perkara
oleh Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti. (Pasal 58 UU No.2
Tahun 1986)
f.
Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim.
(Pasal 152 ayat 1 KUHAP)
g.
Hakim menetapkan hari sidang. (Pasal 152
ayat 1 KUHAP)
h.
Persidangan dipimpin hakim tunggal.
(Pasal 205 ayat 2 KUHAP)
i.
Dalam persidangan, Hakim dibantu
Panitera Pengganti. (Pasal 11 ayat 3 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
j.
Adanya Penuntut Umum dalam perkara
pidana. (Pasal 11 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
k.
Hadirnya terdakwa dalam persidangan,
kecuali undang-undang menentukan lain. (Pasal 12 ayat 1 UU 48/2009)
l.
Hakim memerintahkan Penuntut Umum untuk
memanggil terdakwa ke persidangan. (Pasal 152 ayat 2 KUHAP)
m.
Pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum.
(Pasal 155 ayat 2 huruf a KUHAP)
n.
Terdakwa dapat mengajukan keberatan.
(Pasal 17 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
o.
Pembacaan eksepsi oleh Penasihat Hukum
terdakwa. (Pasal 156 KUHAP)
p.
Hakim memerintahkan Penuntut Umum untuk
memanggil saksi ke persidangan. (Pasal 152 ayat 2 KUHAP)
q.
Pemeriksaan saksi, alat bukti, dan
terdakwa. (Pasal 158-181 KUHAP)
r.
Pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum.
(Pasal 182 ayat 1 huruf a KUHAP)
s.
Pembacaan pembelaan oleh penasihat hukum
terdakwa. (Pasal 182 ayat 1 huruf b dan c KUHAP)
t.
Pembacaan putusan oleh Hakim. (Pasal 182
ayat 2-8 KUHAP)
u.
Berita acara pemeriksaan sidang tidak
dibuat. (Pasal 209 ayat 2)
3.
Perkara Lalu Lintas
Tata cara penanganan perkara pidana
biasa di Pengadilan Negeri yaitu sebagai berikut :
a.
Ketua Pengadilan membagikan berkas
perkara kepada Majelis Hakim. (Pasal 56 UU No.2 Tahun 1986)
b.
Ketua Pengadilan menetapkan perkara yang
harus diadili berdasarkan nomor urut, kecuali perkara mengenai tindak pidana
tertentu. (Pasal 57 UU No.8 Tahun 2004)
c.
Penyelenggaraan administrasi perkara
oleh Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti. (Pasal 58 UU No.2
Tahun 1986)
d.
Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim.
(Pasal 152 ayat 1 KUHAP)
e.
Hakim menetapkan hari sidang. (Pasal 152
ayat 1 KUHAP)
f.
Dalam persidangan, Majelis Hakim dibantu
Panitera Pengganti. (Pasal 11 ayat 3 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009)
g.
Sidang dapat dilakukan tanpa hadirnya
terdakwa. (Pasal 214 ayat 1) atau terdakwa dapat diwakili oleh orang lain.
(Pasal 213)
h.
Pemeriksaan saksi, alat bukti, dan
terdakwa. (Pasal 158-181 KUHAP)
i.
Pembacaan putusan oleh Hakim. (Pasal 182
ayat 2-8 KUHAP)
j.
Panitera Pengganti mencatat jalannya
persidangan (Pasal 59 UU No.2 Tahun 1986)
D. TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG
PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
1.
Tugas
Pengadilan
Negeri memiliki tugas untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.[8]
Tugas ini merupakan tugas secara umum seluruh lembaga pengadilan tingkat
pertama yang ada di Indonesia.
2.
Fungsi
Pengadilan Negeri
memiliki fungsi untuk membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat,
dan biaya ringan.[9]
Hal ini merupakan fungsi pengadilan secara umum, baik Pengadilan Negeri,
Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, maupun Pengadilan Tata Usaha Negara.
3.
Wewenang
Wewenang pengadilan
tingkat pertama khususnya pengadilan negeri yaitu mengadili perkara mengenai
tindak pidana yang terjadi dalam daerah hukumnya.[10] Disamping
mengadili perkara pidana, pengadilan negeri juga memiliki wewenang untuk
mengadili perkara perdata yang terjadi di wilayah hukumnya. Kewenangan ini
biasa dikenal dengan kompetensi relatif Pengadilan Negeri. Sedangkan kewenangan
lain yaitu kompetensi absolut Pengadilan Negeri, kewenangan mutlak untuk
menangani perkara pidana dan perdata. Khusus untuk perkara perdata yang
diselesaikan dengan Kompilasi Hukum Islam, menjadi wewenang Pengadilan Agama.
E. DASAR HUKUM TERKAIT
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana
Kitab
Undang-Undang sebagai pedoman utama dalam hukum beracara menjadi dasar rujukan
bagi Pengadilan Negeri untuk melakukan penanganan perkara pidana. Pasal-pasal
yang mengatur tentang penanganan perkara pidana di Pengadilan yaitu pasal 145
sampai dengan 216. Ketentuan tersebut terangkum dalam bab XVI tentang
Pemeriksaan di Sidang Peradilan.
Secara
spesifik, ketentuan mengenai penanganan perkara pidana dalam bab XVI KUHAP
terbagi menjadi 4 sub bab, yaitu acara pemeriksaan biasa (Pasal 152-182), acara
pemeriksaan singkat (Pasal 203-204), dan acara pemeriksaan cepat (Pasal 205-216).
Secara garis besar, acara pemeriksaan biasa mengatur prosedur penanganan
perkara pidana sebagai berikut :
a. Pelimpahanan
perkara disertai Surat pelimpahan perkara dari Kejaksaan ke Pengadilan Negeri.
(Pasal 152 ayat 1)
b. Ketua
Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim. (Pasal 152 ayat 1)
c. Majelis
Hakim menetapkan hari sidang. (Pasal 152 ayat 1)
d. Majelis
Hakim memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa dan saksi ke
persidangan. (Pasal 152 ayat 2)
e. Sidang
I, pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum. (Pasal 155 ayat 2 huruf a)
f. Sidang
II, pembacaan eksepsi oleh Penasihat Hukum terdakwa. (Pasal 156)
g. Sidang
III, pemeriksaan saksi, alat bukti, dan terdakwa. (Pasal 158-181)
h. Sidang
IV, pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum. (Pasal 182 ayat 1 huruf a)
i.
Sidang V, pembacaan pembelaan oleh
penasihat hukum terdakwa. (Pasal 182 ayat 1 huruf b dan c)
j.
Sidang VI, pembacaan putusan oleh Hakim
Ketua. (Pasal 182 ayat 2-8)
Sedangkan
acara pemeriksaan singkat memuat ketentuan alur pemeriksaan penanganan perkara
pidana sebagai berikut :
a.
Penuntut Umum menghadirkan terdakwa,
saksi, saksi ahli, juru bahasa, dan barang bukti di persidangan. (Pasal 203
ayat 2)
b. Penuntut
memberitahukan dakwaan secara lisan kepada terdakwa, sebagai pengganti surat
dakwaan. (Pasal 203 ayat 3 huruf a)
c. Pembelaan
oleh terdakwa di persidangan. (Pasal 203 ayat 3 huruf c)
d.
Pembacaan putusan, putusan tidak dibuat
khusus tetapi dicatat dalam berita acara sidang. (Pasal 203 ayat 3 huruf d)
Lain
hal dengan acara pemeriksaan cepat, acara pemeriksaan ini terbagi menjadi 2
cara penanganan perkara pidana berdasarkan jenis tindak pidananya, yaitu acara
pemeriksaan tindak pidana ringan dan acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas.
Penanganan perkara tindak pidana ringan secara umum sama dengan acara
pemeriksaan biasa. Tetapi terdapat sedikit perbedaan yaitu :
a.
Perkara langsung disidang pada hari itu
juga saat perkara dilimpahkan. (Pasal 207 ayat 1 huruf b)
b. Persidangan
dipimpin hakim tunggal. (Pasal 205 ayat 2)
c.
Berita acara pemeriksaan sidang tidak
dibuat. (Pasal 209 ayat 2)
Sedangkan
penanganan perkara pidana dalam acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas
secara umum sama dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Namun terdapat
hal-hal yang berbeda, yaitu :
a.
Terdakwa dapat diwakili oleh orang lain.
(Pasal 213)
b. Sidang
dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa. (Pasal 214 ayat 1)
2. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004
juncto Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Ketentuan
mengenai penanganan perkara pidana juga diatur di dalam Undang-Undang tentang
Kekusaan Kehakiman. Namun ketentuan yang diatur secara umum menyangkut jalannya
persidangan. Alur jalannya persidangan yaitu:
a. Dalam
persidangan, Majelis Hakim dibantu Panitera Pengganti. (Pasal 11 ayat 3)
b. Adanya
Penuntut Umum dalam perkara pidana. (Pasal 11 ayat 4)
c. Hadirnya
terdakwa dalam persidangan, kecuali undang-undang menentukan lain. (Pasal 12
ayat 1)
d. Terdakwa
dapat mengajukan keberatan. (Pasal 17 ayat 1 dan 2)
e. Hakim
menyampaikan putusan berdasarkan hasil musyawarah. (Pasal 14 ayat 1)
3. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009
juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Peradilan Umum
Selain KUHAP dan
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Peradilan Umum juga mengatur
tentang prosedur penanganan perkara pidana di Pengadilan Tingkat Pertama.
Undang-Undang Peradilan Umum mengaturnya di dalam beberapa pasal yaitu :
a. Ketua
Pengadilan membagikan berkas perkara kepada Majelis Hakim. (Pasal 56 UU No.2
Tahun 1986)
b. Ketua
Pengadilan menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor urut,
kecuali perkara mengenai tindak pidana tertentu. (Pasal 57 UU No.8 Tahun 2004)
c. Penyelenggaraan
administrasi perkara oleh Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti.
(Pasal 58 UU No.2 Tahun 1986)
d. Panitera
Pengganti mencatat jalannya persidangan. (Pasal 59 UU No.2 Tahun 1986)
e.
Panitera membuat salinan putusan. (Pasal
62 UU No.2 Tahun 1986)
BAB
III
HASIL
KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
A. KEDUDUKAN PENGADILAN NEGERI MALANG
Malang merupakan salah satu kota yang terletak di
Provinsi Jawa Timur. Letaknya yang berada di tengah-tengah
wilayah Kabupaten Malang secara astronomis terletak antara 112,06° sampai
dengan 112,07° Bujur Timur dan 7,06° sampai dengan 8,02° Lintang Selatan.[11] Sebagai
salah satu kota besar di Jawa Timur, Malang dikendalikan oleh beberapa instansi
yang bergerak di berbagai bidang. Pengadilan Negeri Malang adalah salah satu
instansi di kota Malang yang bergerak di bidang peradilan umum.
Pengadilan Negeri Malang merupakan lembaga peradilan
umum yang dibawahi oleh Mahkamah Agung. Lembaga ini adalah pengadilan tingkat
pertama yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Utara Nomor 198. Sedangkan bagi
masyarakat yang ingin mengetahui berbagai hal mengenai Pengadilan Negeri Malang
secara online, dapat mengunjungi website yaitu http://pn-malang.go.id/
dan jejaring sosial yaitu http://www.facebook.com/pages/
PengadilanNegeriMalang/170789672951141. Di dalam
website, masyarakat dapat mengetahui secara lengkap mengenai profil Pengadilan
Negeri Malang, transparansi keuangan, transparansi putusan, dan alur penanganan
perkara perdata maupun pidana.
B. SEJARAH BERDIRINYA PENGADILAN
NEGERI MALANG
Sejak
zaman Hindia Belanda, Pengadilan Negeri telah dibangun dan dibagi menjadi dua
yaitu :[12]
1.
Pengadilan untuk orang-orang pribumi
2.
Pengadilan untuk orang-orang golongan
Eropa atau Timur Asing.
Setelah
proklamasi kemerdekaan Indonesia, kedua pengadilan tersebut dilebur menjadi
Pengadilan Negeri. Kemudian dalam perkembangannya, pemerintah Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mengatur tentang pembagian Pengadilan di Indonesia,
yaitu :
1.
Pengadilan Negeri
2.
Pengadilan Agama
3.
Pengadilan Militer
Dengan
adanya Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dibentuklah menjadi empat
pengadilan, yaitu :
1.
Pengadilan Negeri
2.
Pengadilan Agama
3.
Pengadilan Militer
4.
Peradilan Tata Usaha Negara
Pada
tanggal 31 maret 2004 telah dilakukan pengalihan organisasi administrasi dan
finansial di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan
Peradilan Agama ke Mahakamah Agung. Pengalihan ini berdasarkan keputusan
presiden nomor 21 tahun 2004 tanggal 23 maret 2004. Jadi, Pengadilan Negeri
Malang yang sebelumnya di bawah Departemen Kehakiman dan HAM sekarang berada di
bawah Mahkamah Agung.
C. FUNGSI DAN TUGAS PENGADILAN NEGERI
MALANG
Lembaga
peradilan umum atau Pengadilan Negeri merupakan wadah bagi para pencari
keadilan secara umum. Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Peradilan Umum, Pengadilan
Negeri memiliki fungsi sebagai salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Sebagai
lembaga peradilan di tingkat pertama, Pengadilan Negeri Malang memiliki tugas
untuk menangani perkara perdata dan pidana. Tugas Pengadilan Negeri ini
tertuang dalam Pasal 50 Undang-Undang No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum yaitu
untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata di tingkat pertama.
D.
VISI
DAN MISI PENGADILAN NEGERI MALANG
1.
Visi [13]
Menegakkan
hukum secara maksimal, adil dan bijaksana dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia,
efisien, efektif dan transparan.
2.
Misi
a. Mengedepankan
rasa keadilan kepada masyarakat dengan cepat dan jujur
b. Melaksanakan
penerapan hukum yang mandiri tidak memihak dan berkualitas
c. Memperbaiki
pelayanan peradilan pada masyarakat
d. Mewujudkan
institusi Pengadilan yang efisien, efektif dan bermartabat serta berwibawa
e. Mewujudkan
Pengadilan yang bebas dari campur tangan dan intervensi dari pihak lain
E. STRUKTUR ORGANISASI PENGADILAN
NEGERI MALANG
Secara umum struktur
organisasi Pengadilan Negeri Malang terdiri atas 6 unsur, yaitu :
1.
Ketua
Hari Widodo, SH.,MH
2.
Wakil Ketua
Edward Harris Sinaga, SH.,MH
3.
Hakim
a.
Hari Widodo, SH.,MH
b.
Edward Harris Sinaga, SH.,MH
c.
Harini, SH.,MH
d. Betsji Siske Manoe, SH
e.
M.Buchary Kurniata Tampubolon, SH.,MH
f.
Wadji Pramono, SH.,MH
g.
Muhamad Nuzulul Kusindiardi, SH
h.
I Gede Sunarjana, SH
i.
Atep Sopandi, SH.,MH
4.
Panitera/Sekretaris
Satrio Prayitno, SH.,MH
5.
Wakil Panitera
Dwi Setyo Kuncoro, SH.,MH
a.
Panitera Muda Hukum
Didik
Widarmadji, SH
Staff :
1.
Edi Sugiarto
2.
Slamet
3.
Ayu
4.
Endrasworo Ghuritno, SH
b.
Panitera Muda Perdata
Udin
Wahyudin, SH.,MH
Staff
:
1.
Dhany Eko Prasetyo,SE.,SH.,MM.,M.Hum.
2.
Solih Kusaeri
3.
Hanafi, SH
4.
Wahyuni Mertaatmaja, SE
5.
Bima Ardiansah Rizkianu
6.
Ester Natalina, SH
c.
Panitera Muda Pidana
Totok
Wahyu S, SH.,MH
Staff
:
1.
Ana Ernaning Wulan, SH
2.
Hari Santoso, SH
3.
Sutijono
4.
Noeroel Tri Wardani
5.
Slamet Ridwan, SE.,SH.,M.Hum
6.
Hernawati, SH
7.
Pujiono
8.
Pariyono
9.
Budi Santosa
6.
Wakil Sekretaris
Moch. Mansyur
a.
Ka.Sub.Bag.Kepegawaian
Sutikno
Staff
:
1.
Nathalia Sri Hartati
2.
Sunaryati
3.
Prio Setio Utomo, SH
4.
Danny Kurniawan Pambudi, SH
b.
Ka.Sub.Bag.Keuangan
Eny
Cholida
Staff
:
1.
Manuel Flavio
2.
Hari Darmawan, SH
3.
Indri Daryastuti, SE
4.
Bagus Tjahyono
c.
Ka.Sub.Bag.Umum
Caleb
Lainata
Staff
:
1.
Mohan Ayusta Wijaya, SH
2.
Uis Duanita, SH
3.
I Nyoman Suanda, SE
4.
Muhamad Hafidin Ilham, SH
7.
Panitera Pengganti
a. Eko
Satrijo Soegito Poetro, SH
b. H.Abdul
Sukur, SH
c. Ratriana
Muktiawaty, SH
d. Jamini,
SH
e. Widyatmoko,
SH
f. Anang
Widodo, SH
g. Marwati
SH
h. Agus
Muryanto, SH
i.
Anny Mardiyah, SE.,SH
j.
Marthalia Susan JR, SH
k. Suharno,
SH
l.
H. Rudy Hartono, SH.,MH
m. Bambang
Sunarko, SH
n. Akhmad
Sanusi, SH
o. Jeanne
Soelistianingsih, SH
p. Rosni,
SH
Bagan 3.1
Struktur
Organisasi Pengadilan Negeri Malang
Sumber
: Data Sekunder, diolah, 2012
Keterangan
:
F. MEKANISME BEKERJANYA PENGADILAN
NEGERI MALANG
Mekanisme
kerja di Pengadilan Negeri Malang sesuai dengan kedudukan masing-masing dalam
struktur organisasi. Pengadilan Negeri Malang dipimpin oleh seorang Ketua yang
diangkat dari seorang Hakim. Di bawah kepemimpinan ketua, seorang ketua
diwakili oleh seorang wakil ketua Pengadilan Negeri Malang. Di bawah kedudukan
wakil ketua, ditempati oleh seorang Panitera/Sekretaris. Kedudukan Hakim
independen, tidak membawahi seorang pegawai Pengadilan Negeri Malang tetapi
bertanggung langsung kepada Wakil dan Ketua Pengadilan Negeri Malang.
Di bawah Panitera/Sekretaris ditempati oleh Wakil
Panitera dan Wakil Sekretaris. Wakil Panitera membawahi Panitera Muda Hukum dan
staff, Panitera Muda Pidana dan staff, serta Panitera Muda Perdata dan staff.
Sedangkan Wakil Sekretaris membawahi Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan staff,
kepala Sub Bagian Keuangan dan staff, serta kepala Sub Bagian Umum dan staff.
Kedudukan Panitera Pengganti terpisah dengan bagian Panitera dan Sekretaris.
Panitera Pengganti bertanggung jawab langsung kepada Panitera/Sekretaris.
Pegawai Pengadilan Negeri Malang yang memiliki
kedudukan di bawah, bertanggung jawab langsung kepada pegawai yang memiliki
kedudukan di atasnya. Demikian sebaliknya, pegawai yang memiliki kedudukan di
atas melakukan pengawasan langsung terhadap pegawai yang memiliki kedudukan di
bawahnya. Sedangkan pegawai pada bagian Panitera dan Sekretaris memiliki
kedudukan sejajar.
Secara umum, mekanisme penanganan perkara pidana di
Pengadilan Negeri Malang yaitu :
1.
Penerimaan Berkas Perkara Pidana oleh
Panitera Muda Pidana
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memeriksa
kelengkapan berkas perkara pidana. Dalam hal ini yaitu Berita Acara Pemeriksaan
dan Surat Pelimpahan Perkara
2.
Ketua Pengadilan Negeri Malang membuat
Surat Penetapan Penunjukan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
3.
Panitera Pengganti membuat Surat
Penetapan Tanggal Sidang.
4.
Majelis Hakim menetapkan Surat Perintah
Penahanan 30 hari untuk terdakwa yang ditahan.
5.
Sidang I, Pembacaan dakwaan
Setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan, Ketua
Majelis Hakim menawarkan kepada terdakwa untuk menggunakan jasa Penasihat Hukum
yang dibiayai oleh Negara. Konsekuensi yang mungkin terjadi:
a.
Menerima
Apabila
terdakwa menerima jasa Penasihat Hukum, sidang selanjutnya yaitu pembacaan Keberatan/Eksepsi
oleh Penasihat Hukum Terdakwa
b.
Menolak
Apabila
terdakwa menolak jasa Penasihat Hukum dan tidak mengajukan keberatan, sidang
dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi dan alat bukti
5.
Sidang II, Pemeriksaan Saksi dan Alat Bukti
6.
Sidang III, Pembacaan Tuntutan
7.
Sidang IV, Pembacaan Pledoi
8.
Sidang V, Tanggapan dari Jaksa Penuntut
Umum
9.
Sidang VI, Pembacaan Putusan
G.
KESESUAIAN
BEKERJANYA PENGADILAN NEGERI MALANG DENGAN PROSEDUR
Secara
umum, mekanisme Pengadilan Negeri Malang dalam menangani perkara pidana sudah
memenuhi prosedur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pelaksanaan
penanganan perkara pidana juga sudah sesuai dengan SOP (Standart Operating
Procedure) yang telah ditentukan oleh Pengadilan Tinggi Surabaya maupun yang
disusun sendiri oleh Pengadilan Negeri Malang.
Namun
terdapat sedikit perbedaan dalam pengambilan putusan oleh Majelis Hakim,
khususnya untuk tindak pidana ringan seperti perjudian. Hakim Ketua bisa
langsung membacakan putusan setelah pembacaan tuntutan meskipun hanya
berdiskusi dengan para Hakim Anggota dan Panitera Pengganti dalam beberapa
menit. Di dalam posisi seperti itu, Majelis Hakim cenderung menjatuhkan pidana
penjara lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Penjatuhan pidana
lebih rendah dilakukan oleh Majelis Hakim dengan alasan rasa kemanusiaan dari
hati nurani Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
Berbeda
halnya dengan kasus yang lebih besar seperti narkoba. Majelis Hakim tidak bisa
memutuskan secara serta merta karena membutuhkan pertimbangan cukup lama.
Majelis Hakim akan meminta waktu 1 minggu dari sidang terakhir untuk membuat
putusan. Pembuatan putusan yang penuh pertimbangan selama 1 minggu ini sudah
sesuai dengan SOP karena batas maksimal penanganan perkara pidana adalah 180
hari. Apabila selama proses penanganan tersebut tidak lebih dari 180 hari
kerja, termasuk permintaan waktu pembuatan putusan, maka Majelis Hakim dapat
melakukan musyawarah selama 1 minggu.
H. PELAKSANAAN PENANGANAN PERKARA
PIDANA OLEH PENGADILAN NEGERI MALANG
Penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri
Malang disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukan. Pembagian
penanganan perkara pidana berdasarkan jenis tindak pidana terdiri atas :
1.
Perkara Pidana Biasa:
Jenis
tindak pidana yang tergolong tindak pidana biasa yaitu bentuk-bentuk kejahatan
yang ancaman pidana penjaranya maksimal 20 tahun. Kejahatan-kejahatan tersebut
diantaranya yaitu perkosaan (Pasal 285 KUHP), pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penghinaan
(Pasal 310 KUHP), dan sebagainya. Prosedur penanganan perkara pidana biasa
yaitu :
a.
Penerimaan Berkas Perkara Pidana
Panitera
Muda Pidana menerima Berkas Perkara Biasa dari Penyidik (Jaksa Penuntut Umum)
untuk diteliti kelengkapannya, dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
Kelengkapan tersebut diantaranya yaitu Berita Acara Pemeriksaan dan Surat
Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa dari Kejaksaan ke Pengadilan Negeri
Malang.
b.
Registrasi Perkara
Setelah itu
Petugas III memberikan Nomor Register Perkara dan mencatat Barang Bukti ke dalam
Register Barang Bukti lalu Petugas IV mencatat dakwaan ke dalam Register Induk
Perkara dikerjakan dalam waktu 1 sampai 3 jam kerja.
c.
Pembuatan Surat Penetapan Penunjukan
Majelis Hakim dan Panitera Pengganti
Panitera
Muda Pidana membuat Surat Penetapan Penunjukan Majelis Hakim dan Surat
Penetapan Penunjukan Panitera Pengganti, dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam
kerja.
d.
Penyerahan Berkas ke Wakil Panitera
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana memberikan Berkas Perkara yang telah lengkap untuk
diteliti dan diparaf oleh Wakil Panitera yang dikerjakan dalam jangka waktu 1
jam kerja.
e.
Penunjukan dan Penandatanganan Surat
Penetapan Penunjukan Majelis Hakim
Setelah
diteliti oleh Wapan, berkas selanjutnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan
Negeri/Wakil Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk dan menandatangani
Penetapan Penunjukan Majelis Hakim, dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
f.
Penunjukan dan Penandatanganan Surat
Penetapan Penunjukan Panitera Pengganti
Setelah itu
Berkas diserahkan kepada Panitera untuk menunjuk dan menandatangani Penetapan
Penunjukan Panitera Pengganti, dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
g.
Pencatatan Surat Penetapan
Setelah itu
Panitera Muda Pidana mencatat Penunjukan dan Penunjukan Panitera Pengganti
dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
h.
Penyerahan Berkas ke Majelis Hakim dan
Panitera Pengganti
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana menyerahkan Berkas Perkara yang telah lengkap kepada yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri / Wakil Ketua Pengadilan Negeri
dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
i.
Penetapan Hari Sidang dan Penetapan
Penahanan
Selanjutnya
Panitera Pengganti yang ditunjuk oleh Panitera menerima berkas Perkara yang
telah dipelajari yang ditunjuk untuk mempersiapkan Penetapan Hari Sidang
Pertama dan Penetapan Penahanan, serta proses persidangan segera setelah
selesai setiap sidang untuk mencatat dalam register dikerjakan dalam waktu 1
jam kerja.
j.
Penyerahan Arsip Penetapan Hari Sidang
kepada Petugas IV
Panitera Pengganti
yang ditunjuk menyerahkan arsip Penetapan Hari Sidang Pertama kepada Petugas IV,
kemudian petugas mencatat dalam register, dikerjakan dalam waktu 15 menit.
k.
Penyerahan Arsip Penetapan Hari Sidang
kepada Petugas II
Panitera
Pengganti yang ditunjuk menyerahkan arsip Penetapan Penahanan kepada Petugas II,
kemudian petugas mencatat dalam register, dikerjakan dalam waktu 15 menit.
l.
Pelaksanaan Sidang
Dalam
menangani perkara pidana biasa, Pengadilan Negeri Malang akan melakukan sidang
secara bertahap yaitu sebagai berikut :
1.
Sidang I, Pembacaan dakwaan
Hakim Ketua membuka persidangan dengan menyatakan
terbuka untuk umum, kecuali hal-hal tertentu sidang harus dinyatakan tertutup
untuk umum. Penuntut Umum memanggil terdakwa ke dalam ruang sidang. Hakim
Anggota I menanyakan identitas terdakwa untuk memastikan bahwa terdakwa yang
hadir sesuai dengan Berkas Perkara.
Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan dakwaan oleh
Penuntut Umum. Setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan dakwaan, Ketua Majelis
Hakim menawarkan kepada terdakwa untuk menggunakan jasa Penasihat Hukum yang
dibiayai oleh Negara. Konsekuensi yang mungkin terjadi:
a.
Menerima Tawaran untuk Menggunakan Jasa
Penasihat Hukum
Apabila terdakwa menerima jasa Penasihat Hukum atau
sudah membawa Penasihat Hukum sendiri, sidang akan ditutup untuk dilanjutkan
dengan pembacaan Eksepsi/keberatan pada sidang selanjutnya. Hakim Ketua akan
memberikan waktu 1 minggu untuk membuat Eksepsi dengan Penasihat Hukum yang
ditunjuk oleh Hakim Ketua/ Penasihat Hukum sendiri.
b.
Menolak Tawaran untuk Menggunakan Jasa
Penasihat Hukum
Apabila terdakwa menolak jasa Penasihat Hukum dan
tidak mengajukan keberatan, sidang dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi, alat
bukti, dan terdakwa.
5.
Sidang II, Pemeriksaan Saksi dan Alat
Bukti
Pada sidang ke-2, Hakim Ketua akan membuka
persidangan dengan membacakan agenda sidang pada hari itu, yaitu sidang dengan
agenda pemeriksaan saksi dan alat bukti. Kemudian Hakim Ketua akan menyatakan
sidang terbuka untuk umum, kecuali hal-hal tertentu sidang harus dinyatakan
tertutup untuk umum. Sidang akan dilanjutkan dengan tahap-tahap sebagai berikut
:
a.
Penuntut Umum memanggil saksi-saksi ke
dalam ruang sidang. Kemudian Penuntut Umum menyerahkan alat bukti ke meja
Majelis Hakim.
b.
Hakim menanyakan identitas saksi-saksi
yang selanjutnya disumpah sesuai agama masing-masing.
c.
Pemeriksaan terhadap para saksi-saksi
yang dilakukan oleh Majelis Hakim. Para saksi diperiksa satu per satu sehingga saksi
lain harus menunggu di luar ruang sidang. Jika Penuntut Umum ingin mengajukan
pertanyaan, dipersilahkan oleh Hakim Ketua untuk menyampaikan pertanyaan kepada
saksi. Demikian pula dengan Kuasa Hukum terdakwa, diberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan kepada saksi.
d.
Jika pemeriksaan saksi-saksi selesai,
sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.
e.
Setelah pemeriksaan terdakwa, sidang
dinyatakan ditunda dan ditutup.
5.
Sidang III, Pembacaan Tuntutan
Pada sidang ke-3, Hakim Ketua akan membuka persidangan
dengan membacakan agenda sidang pada hari itu, yaitu sidang dengan agenda
pembacaan tuntutan. Kemudian Hakim Ketua akan menyatakan sidang terbuka untuk
umum, kecuali hal-hal tertentu sidang harus dinyatakan tertutup untuk umum. Sidang
akan dilanjutkan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a.
Penuntut Umum memanggil terdakwa ke
dalam ruang sidang. Hakim Ketua menanyakan identitas terdakwa
b.
Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan
oleh Penuntut Umum. Setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan, Ketua
Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk mengajukan pembelaan.
Jika tidak memiliki Penasihat Hukum, dapat menyampaikan pembelaan secara lisan
pada saat itu juga. Jika memiliki Penasihat Hukum dan meminta waktu untuk
membuat Pembelaan/Pledoi, Hakim Ketua akan menyatakan sidang ditunda dan
ditutup.
5.
Sidang IV, Pembacaan Pledoi
Pada sidang ke-4, Hakim Ketua akan membuka
persidangan dengan membacakan agenda sidang pada hari itu, yaitu sidang dengan
agenda pembacaan pledoi. Kemudian Hakim Ketua akan menyatakan sidang terbuka
untuk umum, kecuali hal-hal tertentu sidang harus dinyatakan tertutup untuk
umum. Sidang akan dilanjutkan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a.
Penuntut Umum memanggil terdakwa ke
dalam ruang sidang. Hakim Ketua menanyakan identitas terdakwa.
b.
Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan pledoi
oleh Penasihat Hukum Terdakwa.
c.
Jika penuntut umum tidak ingin
menyampaikan tanggapan dan tetap pada tuntutan, maka sidang akan ditunda dan
ditutup yang akan dilanjutkan dengan sidang pembacaan putusan. Namun jika
penuntut umum ingin menyampaikan tanggapan atas Pembelaan dari Terdakwa, sidang
akan dinyatakan ditunda dan ditutup. Sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan
Tanggapan dari Penuntut Umum atas Pembelaan dari Terdakwa.
5.
Sidang V, Tanggapan dari Jaksa Penuntut
Umum
Pada sidang ke-5, Hakim Ketua akan membuka
persidangan dengan membacakan agenda sidang pada hari itu, yaitu sidang dengan
agenda tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum. Kemudian Hakim Ketua akan menyatakan
sidang terbuka untuk umum, kecuali hal-hal tertentu sidang harus dinyatakan
tertutup untuk umum. Sidang akan dilanjutkan dengan tahap-tahap sebagai berikut
:
a.
Penuntut Umum memanggil terdakwa ke
dalam ruang sidang. Hakim Ketua menanyakan identitas terdakwa.
b.
Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan tanggapan
oleh Penuntut Umum.
c.
Setelah pembacaan Tanggapan, Majelis
Hakim akan meminta waktu untuk membuat putusan sehingga sidang dinyatakan
ditunda dan ditutup.
5.
Sidang VI, Pembacaan Putusan
Pada sidang ke-6, Hakim Ketua akan membuka
persidangan dengan membacakan agenda sidang pada hari itu, yaitu sidang dengan
agenda pembacaan putusan. Kemudian Hakim Ketua akan menyatakan sidang terbuka
untuk umum, kecuali hal-hal tertentu sidang harus dinyatakan tertutup untuk
umum. Sidang akan dilanjutkan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
a.
Hakim akan membacakan putusan di depan
Penuntut Umum, Terdakwa, dan Penasihat Hukum Terdakwa.
b.
Setelah pembacaan putusan, Hakim Ketua
akan memberikan kesempatan kepada terdakwa dan Penasihat Hukum untuk menerima,
pikir-pikir, atau banding.
m.
Penyerahan Petikan Putusan kepada Panitera
Muda Pidana
Setelah
perkara diputus oleh Hakim maka Panitera Pengganti yang ditunjuk menyerahkan
petikan putusan kepada Panitera Muda Pidana untuk disampaikan kepada Penuntut
Umum, Terdakwa dan Rutan pada hari itu juga dikerjakan dalam jangka waktu 2 jam
kerja.
n.
Pembuatan Surat Pengantar
Selanjutnya
Petugas V membuat Surat Pengantar Petikan Putusan dalam jangka waktu 1 jam
kerja.
o.
Penyerahan Petikan Putusan Kepada Jaksa dan
Terdakwa
Setelah itu
Petugas V menyerahkan Petikan Putusan ke bagian Umum untuk dikirim dalam jangka
waktu 1 jam kerja.
p.
Penerimaan Berkas dari Panitera Pengganti
Panitera
Muda Pidana menerima berkas yang telah diminutasi dari Panitera Pengganti yang
ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja setelah diputus, dikerjakan
dalam waktu 15 menit.
q.
Pemberitahuan Putusan
Apabila
pada saat putusan, Terdakwa/Penuntut Umum tidak hadir, Panitera Muda Pidana
menyerahkan Pemberitahuan Putusan kepada mereka. Penyerahan ini dilakukan dalam
jangka waktu 1 jam kerja.
r.
Pencatatan Berkas Perkara yang Inkracht
Setelah itu
dilakukan pencatatan dan penyerahan Berkas yang Inkracht oleh Petugas VI ke
Bagian Hukum dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
Bagan 3.2.
Prosedur
Penanganan Perkara Pidana Biasa
di
Pengadilan Negeri Malang
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2012
Bagan 3.3
Alur Sidang
Perkara Pidana Biasa
di
Pengadilan Negeri Malang
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2012
2.
Perkara Pidana Ringan:
Menurut
Pasal 205 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, “Yang diperiksa
menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam
dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda
sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan…”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, jenis tindak pidana yang dapat diperiksa dengan
acara pemeriksaan tindak pidana ringan yaitu pelanggaran terhadap orang yang
memerlukan pertolongan (Pasal 531 KUHP), pelanggaran kesusilaan (Pasal 532
KUHP), pelanggaran terhadap penguasa umum (Pasal 521 KUHP), dan sebagainya. Prosedur
penanganan perkara untuk tindak pidana tersebut yaitu :
a.
Penerimaan Berkas Perkara
Panitera
Muda Pidana menerima Berkas Perkara Tipiring dari Penyidik, (Polisi sebagai
Penuntut Umum) untuk diteliti kelengkapannya, dikerjakan dalam jangka waktu 30
menit.
b.
Pembuatan Surat Penetapan Penunjukan Hakim
dan Panitera Pengganti
Petugas III
membuat Surat Penetapan Penunjukan Hakim dan Surat Penetapan Penujukan Panitera
Pengganti dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
c.
Penyerahan Berkas Perkara kepada Wakil
Panitera
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana memberikan Berkas Perkara yang telah lengkap untuk
diteliti dan diparaf oleh Wakil Panitera dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam
kerja.
d.
Penunjukan dan Penandatanganan Surat
Penetapan Penunjukan Hakim
Setelah
diteliti oleh Wapan, berkas selanjutnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan
Negeri / Wakil Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk dan menandatangani Penetapan
Penunjukan Hakim dikerjakan dalam jangka waktu 30 menit.
e.
Penunjukan dan Penandatanganan Surat
Penetapan Penunjukan Panitera Pengganti
Setelah itu
Berkas diserahkan kepada Panitera untuk menunjuk dan menandatangani Penetapan
Penunjukan Panitera Pengganti dikerjakan dalam jangka waktu 20 menit.
f.
Pencatatan Surat Penetapan
Setelah itu
Panitera Muda Pidana mencatat Penunjukan Hakim dan Penunjukan Panitera
Pengganti dikerjakan dalam jangka waktu 15 menit.
g.
Penyerahan Berkas Perkara kepada Hakim dan
Panitera Pengganti.
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana menyerahkan Berkas Perkara yang telah lengkap kepada yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri/Wakil Ketua Pengadilan Negeri dikerjakan
dalam jangka waktu 15 menit.
h.
Penentuan Waktu Persidangan
Selanjutnya
Panitera Pengganti yang ditunjuk oleh Panitera menerima berkas Perkara yang
telah dipelajari yang ditunjuk untuk mempersiapkan sidang dalam jangka waktu 1
jam kerja.
i.
Pelaksanaan sidang
Tahap-tahap
persidangan pada penanganan perkara pidana ringan yaitu sebagai berikut :
1.
Pembukaan sidang oleh Hakim Tunggal.
2.
Pemanggilan terdakwa ke ruang sidang.
3.
Hakim menanyakan identitas terdakwa
4.
Pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum.
5.
Jika terdakwa mengajukan keberatan/eksepsi,
langsung diajukan pada saat itu juga. Keberatan dapat disampaikan oleh Kuasa
Hukum maupun terdakwa sendiri. Kemudian sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan
saksi-saksi, alat bukti, dan terdakwa. Setelah pemeriksaan dianggap cukup,
dapat dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum. Jika terdakwa
ingin melakukan pembelaan atas tuntutan tersebut, bisa langsung disampaikan
pada saat itu juga. Jika tidak menyampaikan pembelaan, Hakim akan menutup
persidangan dengan pembacaan putusan.
6.
Jika terdakwa tidak mengajukan keberatan,
sidang langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi, alat bukti, dan
terdakwa. Kemudian Penuntut Umum membacakan tuntutan secara lisan maupun
tertulis. Jika terdakwa mengajukan pembelaan, dapat disampaikan pada saat itu
juga. Jika tidak menyampaikan pembelaan, sidang ditutup dengan pembacaan
putusan oleh Hakim.
j.
Penyerahan Berita Acara Sidang
Panitera
Pengganti melakukan pencatatan selama proses persidangan dan menyerahkan berkas
perkara kepada Panmud Pidana paling lama 7 hari kerja setelah putus, dikerjakan
dalam waktu 30 menit.
k.
Pencatatan Berkas Perkara yang Sudah
Inkracht
Selanjutnya
dilakukan pencatatan ke Register Perkara Tipiring oleh Petugas VI dalam jangka
waktu 3 jam kerja.
l.
Pemberitahuan Putusan
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana menyerahkan Pemberitahuan Putusan untuk diberitahukan kepada
Jaksa dan Terdakwa dan menyerahkan berkas perkara kepada staf untuk dicatat
dalam register dan menyerahkan berkas kepada Kepaniteraan Hukum, dikerjakan
dalam waktu 7 hari kerja.
Bagan 3.4
Prosedur Penanganan Perkara Pidana
Ringan
di Pengadilan Negeri Malang
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2012
Bagan 3.5
Alur Sidang Perkara Pidana Ringan
di Pengadilan Negeri Malang
Sumber : Data sekunder, diolah, 2012
3.
Perkara Lalu Lintas
Ketentuan
mengenai pelanggaran lalu lintas diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaran lalu lintas tersebut
di antaranya adalah tidak menggunakan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (Pasal
280), tidak memiliki SIM (Pasal 281), tidak menggunakan helm standart (Pasal
291), dan sebagainya. Prosedur penanganan perkara lalu lintas ini yaitu :
a.
Penerimaan Berkas Perkara Lalu Lintas
Panitera
Muda Pidana menerima Berkas Perkara Lalu Lintas dari Penyidik (Polisi) untuk
diteliti kelengkapannya, dikerjakan dalam jangka waktu 1 jam kerja.
b.
Pembuatan Surat Penetapan Penunjukan Hakim
dan Panitera Pengganti
Petugas III
membuat Surat Penetapan Penunjukan Hakim dan Surat Penetapan Penunjukan
Panitera Pengganti dikerjakan dalam jangka waktu 20 menit.
c.
Penyerahan Berkas Perkara kepada Wakil
Panitera
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana memberikan Berkas Perkara yang telah lengkap untuk
diteliti dan diparaf oleh Wakil Panitera dikerjakan dalam jangka waktu 15
menit.
d.
Penunjukan dan Penandatanganan Surat
Penetapan Penunjukan Hakim
Setelah
diteliti oleh Wapan, berkas selanjutnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan
Negeri/Wakil Ketua Pengadilan Negeri untuk menunjuk dan menandatangani
Penetapan Penunjukan Hakim, dikerjakan dalam jangka waktu 15 menit.
e.
Penunjukan dan Penandatanganan Surat
Penetapan Penunjukan Panitera Pengganti
Setelah itu
Berkas diserahkan kepada Panitera untuk menandatangani Penetapan Penunjukan
Panitera Pengganti dikerjakan dalam jangka waktu 15 menit.
f.
Pencatatan Surat Penetapan
Setelah itu
Panitera Muda Pidana mencatat Penunjukan Hakim dan Penunjukan Panitera
Pengganti dikerjakan dalam jangka waktu 10 menit.
g.
Penyerahan Berkas Perkara kepada Hakim dan
Panitera Pengganti
Selanjutnya
Panitera Muda Pidana menyerahkan Berkas Perkara yang telah lengkap kepada Hakim
yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri / Wakil Ketua Pengadilan Negeri
dikerjakan dalam jangka waktu 15 menit.
h.
Persiapan Sidang
Selanjutnya
Panitera Penganti yang ditunjuk oleh Panitera menerima berkas Perkara yang
telah dipelajari yang ditunjuk untuk mempersiapkan Sidang dikerjakan dalam
jangka waktu 15 menit.
i.
Pelaksanaan sidang
Tahap-tahap
persidangan pada penanganan perkara lalu lintas yaitu sebagai berikut :
1.
Hakim Tunggal membuka persidangan.
2.
Petugas Tilang memanggil pelanggar ke dalam
ruang sidang.
3.
Hakim menanyakan identitas pelanggar.
4.
Hakim melakukan pemeriksaan terhadap
pelanggar.
5.
Putusan langsung dibacakan oleh Hakim pada
saat itu juga. Putusan dapat berupa pidana denda dan/atau pidana penjara. Jika
pidana denda tidak dilaksanakan oleh pelanggar, maka dapat dikenai pidana penjara.
j.
Pembuatan Berita Acara Sidang
Panitera
Pengganti melakukan pencatatan selama proses persidangan dikerjakan dalam
jangka waktu paling lama 1 hari kerja.
k.
Penyerahan Berkas Perkara kepada Jaksa
Selanjutnya
berkas perkara lalu lintas diserahkan oleh Panitera Muda Pidana kepada Jaksa, dikerjakan
dalam jangka waktu 1 jam kerja. Pelanggar akan menyerahkan denda ke Kejaksaan
untuk kemudian diserahkan kepada Negara.
l.
Pencatatan Berkas Perkara
Selanjutnya
dilakukan pencatatan ke Register Perkara Lalu Lintas oleh Petugas VII
dikerjakan dalam jangka waktu 2 hari kerja.
m. Penyerahan
Berkas Perkara kepada Panitera Muda Hukum
Panitera
Muda Pidana menyerahkan berkas in aktif kepada Panmud Hukum, dikerjakan dalam
waktu 1 jam kerja.
Bagan 3.6
Prosedur
Penanganan Perkara Lalu Lintas
di
Pengadilan Negeri Malang
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2012
Bagan 3.7
Alur Sidang
Perkara Lalu Lintas
di
Pengadilan Negeri Malang
Sumber : Data Sekunder, diolah, 2012
Dalam menangani perkara pidana,
terdapat ketentuan-ketentuan khusus bagi terdakwa anak, di antaranya yaitu :
1.
Perkara harus sudah diputus dalam waktu 45
hari.
2.
Hakim tunggal dan menggunakan baju safari.
3.
Terdakwa anak didampingi orangtua.
I. KENDALA YANG DIHADAPI OLEH
PENGADILAN NEGERI MALANG
Selama
penanganan perkara pidana, pegawai Pengadilan Negeri Malang mengalami berbagai
kendala, diantaranya yaitu :
1.
Penyerahan terdakwa dari Kejaksaan
Negeri Malang yang cenderung terlambat.
Kejaksaan
Negeri Malang seringkali menyerahkan terdakwa (tahanan) ke Pengadilan Negeri
Malang pada jam 12.00 WIB. Akibatnya sidang baru bisa dilaksanakan pada pukul
12.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Bahkan sidang juga pernah diselesaikan pada
pukul 18.00 WIB apabila pelimpahan perkara pidana dari Kejaksaan Negeri Malang
cukup banyak.
Disamping
itu, keterlambatan penyerahan terdakwa juga mengakibatkan aktivitas pegawai
Pengadilan Negeri Malang terhambat. Pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB
mereka terpaksa menganggur karena
sidang baru dimulai pada pukul 12.00 WIB. Kondisi ini dialami oleh
pegawai-pegawai yang terlibat langsung dalam sidang, yaitu panitera pengganti
dan hakim.
2.
Ketidakhadiran saksi-saksi maupun Jaksa
Penuntut Umum pada saat persidangan.
Seringkali
pada saat persidangan dimulai, saksi-saksi yang dibutuhkan tidak hadir sehingga
sidang terpaksa ditunda. Bahkan Jaksa Penuntut Umum juga pernah tidak hadir
sehingga sidang pun harus ditunda. Tak hanya itu, jadwal sidang juga sering molor karena harus menunggu para saksi
yang datang terlambat. Tidak hanya saksi korban maupun saksi-saksi lain, saksi
ahli juga sering tidak hadir terutama saksi ahli dari luar kota.
3.
Saksi dan terdakwa menemui Panitera
Pengganti secara langsung
Selama
proses penanganan perkara pidana, para saksi maupun terdakwa seringkali menemui
Panitera Pengganti secara langsung di dalam ruangan. Mereka menemui Panitera Pengganti
dengan alasan ingin mengetahui sejauh mana perkaranya telah ditangani oleh
Pengadilan Negeri Malang. Kondisi ini menghambat aktivitas Panitera Pengganti
untuk lebih fokus menyelesaikan perkara pidana yang sedang ditangani. Di saat
mereka harus mengejar deadline untuk menyelesaikan perkara pidana, mereka juga
harus melayani para saksi dan terdakwa yang ingin mengetahui informasi tentang
perkaranya. Akibatnya para Panitera Pengganti harus “kerja lembur” untuk
menyelesaikan perkara pidana.
J. UPAYA YANG TELAH DILAKSANAKAN OLEH
PENGADILAN NEGERI MALANG UNTUK MENGATASI KENDALA DALAM PELAKSANAAN PENANGANAN
PERKARA PIDANA
Selama
menghadapi berbagai kendala dalam menangani perkara pidana, Pengadilan Negeri
Malang telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasinya, diantaranya yaitu:
1.
Memberikan peringatan kepada Kejaksaan
Negeri Malang yang terlambat menyerahkan terdakwa (tahanan).
Kejaksaan
Negeri Malang telah mendapatkan teguran dari Pengadilan Negeri Malang atas
keterlambatan penyerahan terdakwa (tahanan). Namun mereka seringkali berdalih
dengan alasan birokrasi Lembaga Pemasyarakatan yang rumit sehingga terlambat
mengantarkan terdakwa (tahanan) ke Pengadilan Negeri Malang.
2.
Menghubungi para saksi yang tidak hadir untuk
segera hadir di persidangan serta memberikan peringatan kepada Jaksa yang tidak
hadir di persidangan.
Dalam
menangani kendala saat menghadirkan saksi-saksi di persidangan, Pengadilan
Negeri Malang sudah berupaya menghubungi para saksi dengan meneleponnya untuk
segera hadir di persidangan. Jika telah dipanggil 2 kali tetapi tetap tidak
hadir, saksi akan dihadirkan secara paksa ke dalam persidangan. Berbeda halnya
dengan saksi ahli, Pengadilan Negeri Malang berusaha mengatasi
ketidakhadirannya dengan membacakan keterangan saksi ahli dalam Berkas Acara
Pidana. Sedangkan mengenai ketidakhadiran Jaksa, Pengadilan Negeri Malang sudah
memberikan peringatan kepada Kejaksaan Negeri.
3.
Menyediakan fasilitas bagian informasi
untuk saksi dan terdakwa yang ingin mengetahui perkaranya.
Pengadilan
Negeri Malang juga berupaya mengatasi para terdakwa dan saksi yang berusaha
menemui Panitera Pengganti secara langsung di ruangan. Upaya tersebut dilakukan
dengan menyediakan fasilitas bagian informasi di lobi lantai 1 Pengadilan
Negeri Malang. Di bagian informasi ini, para terdakwa maupun saksi dapat
menanyakan informasi mengenai perkaranya. Namun keterbatasan sumber daya
manusia menyebabkan fasilitas ini tidak berjalan maksimal. Para pegawai yang
bekerja pada bagian informasi kurang menguasai semua materi perkara pidana yang
sedang ditangani di Pengadilan Negeri Malang. Akibatnya mereka tidak puas
dengan layanan tersebut sehingga memilih menemui kembali Panitera Pengganti
yang menangani perkaranya.
Menanggapi
hal ini, Pengadilan Negeri Malang berencana mengaktifkan kembali bagian
informasi dengan menggunakan teknologi yaitu berupa media touchscreen yang
dapat digunakan oleh siapapun. Namun teknologi tersebut sampai saat ini masih belum
beroperasi dengan maksimal karena hanya memuat Jadwal Sidang. Bahkan informasi
mengenai perkara pidana yang ada di website Pengadilan Negeri Malang juga belum
berfungsi secara optimal. Hingga kini, Pengadilan Negeri Malang masih dalam
proses perbaikan layanan informasi terhadap saksi maupun terdakwa.
K. ANALISA DAN REKOMENDASI
Pengadilan
Negeri Malang memiliki tingkat kedisiplinan yang cukup tinggi. Hal ini terlihat
dari pelaksanaan penanganan perkara pidana yang tepat waktu sesuai dengan
Standart Operating Procedure yang dibuat oleh Pengadilan Negeri Malang. Alur
penanganan perkara pidana pun sesuai dengan syarat-syarat dasar penyelesaian
perkara yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-Undang Peradilan Umum. Selain itu, secara
keseluruhan prosedur penanganan perkara pidana juga sudah memenuhi standar di
dalam Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana
Khusus.
Meskipun
sudah memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi, tetapi Pengadilan Negeri
Malang masih menghadapi berbagai kendala dalam menangani perkara pidana.
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kendala tersebut yaitu :
1.
Birokrasi Lembaga Pemasyarakatan yang
rumit sehingga Kejaksaan terlambat dalam mengirimkan terdakwa (tahanan).
2.
Tingkat kesadaran saksi dan Jaksa untuk
hadir di persidangan masih sangat rendah.
3.
Minimnya pelayanan yang diberikan oleh
Pengadilan Negeri Malang sehingga saksi dan terdakwa terpaksa menemui Panitera
Pengganti untuk mengetahui perkembangan penanganan perkaranya.
Ketiga
faktor tersebut merupakan hal yang menyebabkan terjadinya beberapa kendala di
Pengadilan Negeri Malang. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri
Malang tetapi hasilnya kurang maksimal. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk
mengatasi kendala tersebut yaitu :
1.
Kerjasama yang baik antara Kejaksaan,
Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan untuk menghindari keterlambatan penyerahan
terdakwa (tahanan).
Bentuk
kerjasama dapat dilakukan dengan adanya komunikasi antara Ketua Lembaga
Pemasyarakatan, Ketua Kejaksaan, dan Ketua Pengadilan Negeri Malang untuk
membahas masalah birokrasi Lembaga
Pemasyarakatan yang rumit. Dengan adanya komunikasi ini diharapkan Ketua
Lembaga Pemasyarakatan lebih mempermudah dalam menyerahkan terdakwa (tahanan)
kepada Kejaksaan demi kepentingan peradilan si terdakwa.
2.
Penyediaan fasilitas transportasi untuk
para saksi sehingga mereka bisa hadir di dalam persidangan serta memberikan
sanksi tegas bagi Jaksa yang tidak hadir di persidangan.
Salah
satu hal yang memungkinkan ketidakhadiran saksi adalah karena tingkat kesadaran
yang rendah. Mereka cenderung malas untuk hadir karena merasa tidak mendapatkan
keuntungan apapun, malah harus mengeluarkan biaya transportasi untuk menuju ke
Pengadilan Negeri Malang. Penyediaan fasilitas transportasi akan mempermudah
dalam menghadirkan saksi ke dalam persidangan. Biaya penyediaan transportasi
ini dapat ditanggung oleh Negara. Sesuai dengan asas peradilan cepat,
sederhana, dan biaya ringan, seharusnya saksi hanya mengeluarkan sedikit uang
untuk menuju Pengadilan Negeri Malang. Oleh sebab itu, penyediaan fasilitas
transportasi bagi saksi sangat penting agar persidangan segera selesai sehingga
akan memberikan keadilan bagi terdakwa.
Sedangkan
mengenai ketidakhadiran Jaksa, Pengadilan Negeri Malang dapat melayangkan surat
peringatan kepada Ketua Kejaksaan untuk memberikan sanksi tegas terhadap Jaksa
tersebut. Dalam hal ini, peringatan bukan hanya dalam bentuk surat, melainkan
ada tindakan konkret dari Pengadilan Negeri Malang untuk memberikan sanksi
melalui wewenang Ketua Kejaksaan Negeri.
3.
Pelayanan informasi yang maksimal dengan
meng-input data secara rutin ke dalam
teknologi touchscreen yang sudah ada
sehingga saksi dan terdakwa tidak perlu menemui Panitera Pengganti.
Pelayanan
ini tentu saja harus didampingi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang menguasai
teknologi. SDM tersebut diharapkan dapat membantu saksi maupun terdakwa untuk
mengetahui perkembangan perkaranya melalui media teknologi. Dalam hal ini, SDM
tidak perlu menghafal seluruh materi perkara pidana, tetapi ia hanya membantu
menggunakan teknologi dengan media touchscreen.
Sedangkan
pegawai pada bagian IT, khususnya staff pada bagian Hukum Pidana harus meng-input data secara rutin ke dalam
teknologi tersebut agar saksi dan terdakwa tidak ketinggalan mengikuti
informasi mengenai perkembangan perkaranya. Dengan demikian, mereka tidak perlu
lagi menemui Panitera Pengganti sehingga pekerjaan Panitera Pengganti tidak
terhambat.
Disamping
itu, kelemahan juga terlihat pada publikasi putusan yang kurang maksimal. Hanya
beberapa putusan yang dipublikasikan melalui website. Bahkan yang
dipublikasikan hanya berupa nomor perkara, nama terdakwa dan korban, nama
Majelis Hakim dan Panitera Pengganti, dan lama pidana penjara. Sedangkan dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tidak dimuat dalam publikasi
putusan. Hal ini menunjukkan kurangnya transparansi Pengadilan Negeri Malang
untuk melakukan publikasi putusan sebagai akuntabilitas hakim. Berkaitan dengan
akuntabilitas ini, Prof.Dr.Paulus E Lotulung, SH mengatakan bahwa :[14]
Sisi lain dari rambu-rambu
akuntabilitas tersebut adalah adanya integritas dan sjfat transparansi dalam penyelenggaraan dan proses
memberikan keadilan tersebut, hal mana harus diwujudkan dalam bentuk publikasi
putusan-putusan badan pengadilan serta akses publik yang lebih mudah untuk
mengetahui dan membahas putusan-putusan badan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap. Sehingga karenanya putusan-putusan tersebut dapat
menjadi obyek kajian hukum dalam komunitas hukum.
Putusan-putusan
hakim yang sudah inkracht dapat menjadi bahan diskusi masyarakat untuk
mengembangkan solusi-solusi dalam menyelesaikan masalah hukum. Pengembangan
solusi tersebut diharapkan dapat memberikan masukan bagi lembaga peradilan,
khususnya Hakim sebagai pengambil putusan, untuk lebih bijaksana dalam
menjatuhkan putusan pidana penjara maupun denda. Oleh sebab itu, sebaiknya
Pengadilan Negeri Malang memuat dasar pertimbangan hakim dalam publikasi
putusan agar seluruh elemen masyarakat dapat menilai putusan hakim. Hal ini
sebagai bentuk pertanggungjawaban hakim kepada masyarakat sekaligus sebagai
wadah untuk menampung saran-saran dalam menjatuhkan putusan yang lebih adil.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Berdasarkan jenis perkara, prosedur
penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Malang terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Penanganan
perkara pidana biasa
b. Penanganan
perkara pidana ringan
c. Penanganan
perkara lalu lintas
2.
Tahap-tahap pelaksanaan administrasi
hasil penanganan perkara pidana di Pengadilan Negeri Malang secara umum yaitu:
a. Setelah
Putusan dibacakan, Panitera Pengganti membuat Petikan Putusan untuk diserahkan
kepada Panitera Muda Pidana.
b. Pegawai
di Bagian Umum menyerahkan Petikan Putusan kepada terdakwa dan Kejaksaan.
c. Pencatatan
berkas perkara inkracht di Bagian Hukum.
3.
Kendala yang dihadapi oleh Pengadilan
Negeri Malang dalam menangani perkara pidana yaitu :
a. Kejaksaan
terlambat dalam membawa terdakwa (tahanan) ke Pengadilan Negeri Malang
b. Saksi
dan Jaksa sering tidak hadir ke dalam persidangan
c. Saksi
dan terdakwa menemui Panitera Pengganti secara langsung ke dalam ruangannya
3.
Upaya yang telah dilakukan Pengadilan
Negeri Malang untuk mengatasi kendala
dalam menangani perkara pidana yaitu :
a. Memberikan
peringatan kepada Kejaksaan untuk tidak terlambat lagi dalam menyerahkan
terdakwa (tahanan) ke Pengadilan Negeri Malang.
b. Menghubungi
dengan menelepon saksi untuk segera hadir ke dalam persidangan serta memberikan
peringatan kepada Jaksa yang tidak hadir di persidangan.
c.
Menyediakan fasilitas informasi di lobi
lantai 1 Pengadilan Negeri Malang untuk memberikan pelayanan informasi kepada
saksi dan terdakwa mengenai perkembangan perkaranya.
B. SARAN
1.
Sebaiknya Ketua Pengadilan Negeri
Malang, Ketua Kejaksaan Negeri, dan Ketua Lembaga Pemasyarakatan (LP) melakukan
komunikasi untuk mempermudah birokrasi dalam pengambilan terdakwa (tahanan) di
LP sehingga persidangan dapat segera diselesaikan.
2.
Pengadilan Negeri Malang sebaiknya
menyediakan fasilitas transportasi yang dibiayai oleh Negara untuk menghadirkan
saksi ke dalam persidangan demi kelancaran penanganan perkara pidana. Selain
itu Pengadilan Negeri Malang sebaiknya juga memberikan sanksi tegas kepada
Jaksa melalui wewenang Ketua Kejaksaan Negeri.
3.
Sebaiknya Pengadilan Negeri Malang
memaksimalkan pelayanan informasi dengan meng-input data secara rutin ke dalam teknologi yang sudah ada sehingga
saksi dan terdakwa tidak perlu menemui Panitera Pengganti.
[1] Lihat Pasal 1 ayat 3 UUD 1945
[2] Lemaire, Het Recht in Indonesie,
dalam P.A.F.Lamintang, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung,
PT.Citra Aditya Bakti, hal.2
[3] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,
dalam Bambang Poernomo, 1993, Pola Dasar Teori – Asas Umum Hukum Acara Pidana
dan Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta, Liberty, hal 26
[4] Tjipto Atmoko, Tidak Ada Tahun, Standar Operasional Prosedur dan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (online), http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/STANDAR%20OPERASIONAL%20PROSEDUR.pdf, diakses pada tanggal 17
September 2012
[5]Pengadilan Negeri Yogyakarta,
Tidak Ada Tahun, Pengertian Pengadilan
dan Peradilan (online), http://www.pn-yogyakota.go.id/pnyk/pengertian-peradilan.html,
(5 September
2012)
[6] Lihat Pasal 2 Undang-Undang No.8
tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum
[7] Pengadilan Negeri Yogyakarta, op.cit.
[8] Lihat Pasal 50 Undang-Undang
No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
[9] Lihat Pasal 4 ayat 2
Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
[10] Lihat Pasal 84 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
[11]Pemerintah Kota Malang, Tidak Ada
Tahun, Geografis Malang (online), http://www.malangkota.go.id/mlg_halaman.php?id=1606076, (12 September 2012)
[12] Pengadilan Negeri Malang, Tidak
Ada Tahun, Sejarah Pengadilan Negeri
Malang (online), http://pn-malang.go.id/index.php/profil/sejarah, (2 September 2012)
[13] Pengadilan Negeri Malang, Tidak
Ada Tahun, Visi dan Misi Pengadilan
Negeri Malang (online), http://pn-malang.go.id/index.php/profil/visimisi, (2 September 2012)
[14] Paulus E Lotulung, 2003, Kebebasan Hakim dalam Sistem Penegakan Hukum
(online), http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Kebebasan%20Hakim%20-%20paulus%20lotulong.pdf, (13 Maret 2012).