Sistem Penanaman Modal (Investasi)
Asing di Indonesia
( Tinjauan Berdasarkan Pasal 22 Undang – Undang Nomor 25 Tahun
2007 )
Disusun
Oleh :
R.M.Wildan
Akbar M.A 0810113328
Ricko
Rozaqy 0810113334
Septina
Devi P 0810113348
Trias
Prani W 0810113356
Anggraeni
Indah P 0910110008
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Investasi merupakan salah satu sumber pendapatan bagi Indonesia. Untuk
pelaksanaan investasi, pemerintah Indonesia telah membentuk suatu peraturan
yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penanaman
modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal
dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.
Di dalam Undang-Undang Penanaman Modal diatur berbagai ketentuan dalam
pelaksanaan investasi bagi investor lokal maupun investor asing. Namun beberapa
ketentuan dalam Undang-Undang Penanaman Modal cenderung berpihak pada investor
asing. Salah satu ketentuan tersebut adalah seperti yang termuat dalam pasal 22
Undang-Undang Penanaman Modal. Pasal 22 mengatur tentang jangka waktu investasi
bagi investor asing. Dalam pasal 22 ayat 1 bagian A,
disebutkan hak guna usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun dengan cara
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun dan dapat
diperbaharui selama 35 tahun.
Investor asing dalam
menjalankan hak guna usaha dapat memperoleh haknya selama 95 tahun dan dapat
diperpanjang selama 60 yang dapat diperbaharui selama 35 tahun. Waktu yang
cukup lama tersebut memberikan dampak negatif bagi Indonesia. Investor asing
cenderung memperoleh keuntungan lebih besar daripada Indonesia. Apalagi
ditambah dengan jangka waktu investor asing yang sangat lama, semakin
memperbesar kesempatan investor tersebut dalam meraup keuntungan.
Salah satu kasus yang
mencerminkan bahwa Undang-Undang Penanaman Modal berpihak pada investor asing
yaitu kasus PT.Freeport Papua. Berbagai eksploitasi terhadap sumber daya alam
Papua telah dilakukan oleh perusahaan Amerika itu. Meskipun sumber daya alam
merupakan milik Indonesia, tetapi Freeport sebagai pengelola memperoleh
keuntungan lebih besar. Ditambah lagi, hak guna usaha bagi Freeport sangat lama
tetapi hanya memberikan keuntungan rendah bagi Indonesia.
Disamping itu,
lunaknya Undang-Undang Penanaman Modal memberikan kemudahan bagi Freeport untuk
terus mengeksploitasi sumber daya alam Papua. Lunaknya Undang-Undang inilah
yang memberikan kerugian besar bagi perekonomian Indonesia. Kekayaaan alam yang
seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat malah diberikan secara sukarela
oleh pemerintah Indonesia kepada investor asing.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana sistem atau model penanaman modal (investasi) asing di
Indonesia berdasarkan pasal 22 Undang-Undang Penanaman Modal ?
1.2.2
Apakah undang – undang yang mengatur tentang penanaman modal asing khususnya
pasal 22 bertentangan dengan UUD 1945 ?
1.3 Tujuan
Karya tulis ini secara umum bertujuan
untuk mengkaji sistem penanaman modal (investasi) asing di Indonesia dengan
tinjauan berdasar Pasal 22 Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007.
Tujuan
khusus dari karya tulis ini adalah untuk :
1.3.1
Mengetahui sistem atau model
penanaman modal (investasi) asing di Indonesia berdasarkan pasal 22
Undang-Undang Penanaman Modal
1.3.2
Mengetahui undang – undang yang
mengatur tentang penanaman modal asing khususnya pasal 22 yang bertentangan
dengan UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sistem atau Model Penanaman Modal (investasi) Asing di Indonesia Berdasarkan
Pasal 22 Undang-Undang Penanaman Modal
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa investasi atau penanaman modal adalah digunakan untuk meningkatkan
perekonomian bangsa dengan harapan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Investasi dapat dilakukan terhadap berbagai macam jenis usaha dan kekayaan alam
yang ada di Indonesia. Negara dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan untuk
menentukan diperbolehkan atau tidaknya pihak lain (swasta maupun asing) adalah
pihak yang paling sentral posisinya dalam mengatur regulasi terkait investasi.
Undang – Undang Dasar 1945 dalam pasal 33 mengatur mengenai kewajiban negara
untuk mengelola kekayaan alam yang terdapat di tanah air dan digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Pasal 33 ayat (3) menyebutkan “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Amanat yang terdapat dalam UUD tersebut harus dilakukan
oleh negara, karena dalam kaitannya dengan hak warga negara yang terdapat dalam
UUD, negara minimal harus melakukan 2 hal yaitu :
1. melindungi ( to protect )
2.
memenuhi
( tu fullfil )
Terkait
dengan usaha untuk mempergunakan kekayaan alam demi kemakmuran masyarakat,
negara melakukan berbagai macam usaha untuk mewujudkan sehubungan dengan 2
kewajiban yang telah disebutkan sebelumnya. Usaha yang dilakukan salah satunya
adalah dalam hal regulasi atau dengan membuat aturan hukum. Aturan hukum yang
dibuat salah satunya adalah dalam hal untuk mengembangkan potensi kekayaan alam
yang ada dengan memperbolehkan pihak asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa produk hukum yang lahir untuk
mengatur mengenai penanaman modal asing yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan
dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
5. Undang – undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal Asing
Undang – undang Nomor 25 Tahun 2007 salah satu
yang diatur adalah jangka waktu penanaman modal (investasi) yang bisa dilakukan
oleh pihak asing di Indonesia .
Pasal 22 UU 25 Tahun 2007 menyebutkan bahwa :
“ (1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka
sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima ) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang
di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35
(tiga puluh lima )
tahun
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh)
tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50
(lima puluh)
tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun;
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan
cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh
lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan
persyaratan antara lain:
a. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka
panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih
berdaya saing;
b. Penanaman modal dengan tingkat risiko
penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan
jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan ;
c. Penanaman modal yang tidak memerlukan area
yang luas;
d. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas
tanah negara; dan
e. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa
keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah
dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik
sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah
yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah
jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan
umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan
pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan. “
Perlu diketahui bahwa dalam pasal 21
disebutkan mengenai kewenangan dari pemerintah untuk memberikan ijin kepada
pihak penanam modal untuk memperoleh 3 hal yaitu :
a.
hak atas tanah;
b.
fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.
Kemudahan yang diberikan oleh
pemerintah tersebut menyebabkan banyaknya pihak asing yang memiliki kekayaan
alam Indonesia. Yang paling mencolok adalah penguasaan tambang emas di papua
oleh PT Freeport. Selain itu
beberapa tambang minyak Indonesia
dikuasai oleh pihak asing. Sistem tersebut tentu juga harus menguntungkan Indonesia , karena secara langsung Indonesia
adalah pemilik dari kekayaan alam tersebut. Permasalahan yang terjadi bukan
hanya itu saja, jangka waktu penguasaan yang lama akan menyebabkan warga Negara
Indonesia tertutup peluangnya untuk mempergunakan kekayaan alamnya sendiri,
sehingga tidak jarang terjadi kasus masyarakat daerah tertentu sangat tidak sejahtera
padahal daerahnya adalah daerah yang kaya seperti Papua.
2.2
Undang – Undang yang Mengatur tentang Penanaman Modal Asing Khususnya Pasal
22 yang Bertentangan dengan UUD 1945
Menurut pasal 22 Undang-Undang Penanaman Modal bahwa investor asing dalam menjalankan hak guna usaha dapat
memperoleh haknya selama 95 tahun dan dapat diperpanjang selama 60 tahun yang
dapat diperbaharui selama 35 tahun. Dengan lamanya tenggang waktu penguasaan
atas tanah oleh pemodal tersebut akan menyulitkan akses rakyat untuk mendapatkan
tanah. Hal ini akan berakibat pada hilangnya hak untuk mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasar berupa hak atas pangan demi peningkatan
kualitas hidup dan demi kesejahteraan umat manusia.
Pasal 22 Undang-Undang Penanaman Modal menunjukkan bahwa kepentingan
rakyat diabaikan dengan adanya akses penuh bagi investor asing untuk mengeksploitasi
sumber daya alam Indonesia. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD
1945. Salamudin Daeng, SE menyebutkan dalam persidangan permohonan Judicial
Review terhadap UU Nomor 25 tahun 2007 di MK yaitu :
a.
Bahwa negara sudah pasti adalah
pihak yang dirugikan paling pertama karena akan kehilangan pendapatan dari
pajak, bea masuk, dan lain sebagainya. Dari nilai keringanan bea masuk barang
modal dan bahan baku di Indonesia dalam lima tahun terakhir, nilainya hampir
mencapai 130 triliun. Perusahaan asing, Newmont datang, investment ke
Nusa Tenggara Barat, dapat fasilitas luas kontrak karya mencapai 770 ribu
hektar, hampir 2/3 dari wilayah kabupaten tersebut, kemudian dia memasukkan
bahan baku, barang modal dengan insentif yang sedemikian besar. Kemudian dia
mengekspor dengan nilai revenue yang sedemikian besar, dan yang kita
dapatkan hanya lima persen sebagai pendapatan buruh di sektor tambang;
b. Bahwa di sektor migas, minyak kita tidak pernah meningkatkan pendapatan
sebagai pemilik minyak, hal itu sudah hampir merupakan yang pasti, karena bukan
kita pemilik perusahaan-perusahaan minyak, di mana mereka pertama mendapatkan
dari Pemerintah apa yang disebutkan dengan recovery cost, tidak pernah
turun recovery cost, bahkan di tahun ini juga meningkat sampai 71
triliun lebih. Kenaikan harga
minyak pasti meningkatkan recovery cost, penurunan harga minyak pasti
meningkatkan recovery cost. Penerimaan yang diperoleh langsung oleh
perusahaan asing dalam bentuk recovery cost ketika dia investment di
Indonesia. Penerimaan kedua ini diperoleh dari revenue ekspor, ketika investment
di Indonesia, mereka dapat minyak, dan mereka jual keluar, karena kita
tidak punya refinery. Kemudian mereka ekspor, mereka dapat revenue ekspor,
ada kebutuhan BBM di dalam negeri yang besar, dia impor lagi ke Indonesia dia
dapat lagi revenue dari impor. Undang-Undang Penanaman Modal tahun 1997
karena pada masa itu masih ada upaya promosi, untuk kepentingan nasional dalam
kerangka melindungi kepentingan rakyat Indonesia, bahwa disebutkan
bidang-bidang usaha yang tertutup bagi modal asing yang disebutkan adalah
menguasai hajat hidup orang banyak;
c. Bahwa kehidupan seluruh masyarakat
Indonesia mayoritas adalah barang komsumsi baik barang maupun jasa yang di
dalamnya ada bahan bakar. Sehingga persoalan BBM itu sudah menyangkut
kepentingan mayoritas masyarakat Indonesia sehingga harus ditempatkan sebagai
sektor vital, dan menguasai hajat hidup orang banyak;
Dalam Judicial Review terhadap kasus yang
sama, Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH menyebutkan :
a.
Bahwa proses pembangunan itu
memerlukan tanah yang luas sehingga banyak konversi lahan-lahan subur menjadi
lahan industri dan sebagainya. Juga konversi diperlukan untuk fasilitas
lapangan golf yang tadinya lahan subur yang digarap oleh rakyat juga
menimbulkan masalah dengan rakyat yang bersangkutan, untuk jalan tol dan
sebagainya. Sehingga tanah itu menjadi scare resources jadi sumber daya
yang sangat langka yang akan diperebutkan oleh berbagai kepentingan, maka tanah
tidak dapat dilepas menjadi komoditas bebas;
b.
Bahwa dalam tulisan Christianto
Wibisono di salah satu majalah menyatakan, dari Anyer hingga Merak itu luas
sekali yang dikuasai oleh pengusaha. Terlebih-lebih lagi kalau kaitannya dengan
masalah HGU, sehingga kalau tanah itu diberikan kebebasan sedemikian rupa untuk
memiliki tanah padahal tanah itu sendiri merupakan kebutuhan semua rakyat, baik
untuk pemukiman bagi rakyat kecil yang harus juga mendapatkan pemukiman yang
baik, akan semakin kesulitan. Sedangkan para pemodal malah diberi kesempatan
yang sangat luas, 95 tahun dan sebagainya. Hal tersebut akan semakin
mempertajam perebutan penguasaan pemilikan tanah sehingga apa yang disebut
mensejahterakan rakyat akan semakin sulit;
c.
Bahwa program pembangunan nasional
sesungguhnya adalah negara ingin memberikan tanah kepada rakyat yang
membutuhkan, terutama untuk tanah pertanian yang lebih dari 8,1 juta hektar.
Program ini akan dapat berhadaphadapan dengan kemauan dari negara untuk
memberikan tanah HGU yang luas sesungguhnya dengan berhadap-hadapan ini akan
mengganggu program pemerintah untuk memberikan tanah seluas 8,7 hektar atau 11
juta hektar yang sudah direncanakan oleh Pemerintah tersebut;
d.
Bahwa pada umumnya investorlah
yang dimenangkan, karena dengan segala resources yang ada, dengan segala
bukti-bukti formal, dengan segala kemampuan, biasanya lebih unggul. Tetapi
permasalahannya adalah nanti kalau terjadi konflik pasti juga akan membingungkan
aparat itu sendiri, karena di tingkat bawah dalam hal ini BPN juga akan
berhadapan dan pada umumnya yang kemudian menjadi sasaran di mana rakyat
demonya kepada BPN atau Bupati. Kalau dua aturan tersebut atau dua keinginan
tersebut tidak mendapatkan solusi yang baik, lalu siapakah yang harus
diuntungkan lebih dahulu? Pada prinsipnya kebijakan negara menurut John
Rousseau, apabila ada dua kepentingan sosial ekonomi sedemikian rupa, ada
perbedaan, maka kebijakan negara harus berpihak kepada mereka yang kurang
diuntungkan;
e. Bahwa dalam catatan sepanjang Orde Baru,
setiap pembebasan hak tanah pasti menimbulkan konflik, sebagaimana penelitian
yang dilakukan oleh Prof. Dr. Mari H. Sumarsono dikarenakan adanya UU PMA yang
memberikan fasilitas pada pemodal khususnya, sampai 95 tahun atau HGB sampai 80
tahun;
f. Bahwa kerugian yang dialami oleh rakyat
kecil tidak mendapatkan tanah, karena tanah itu adalah sumber daya yang semakin
langka sebab pertambahan penduduk dan sebagainya, pemukiman juga bertambah dan kalau
ini kemudian ada fasilitas yang demikian, diskriminasi bukan hanya dalam hal
kepemilikan tetapi juga dari segi ekonomi. Dengan 95 tahun, maka sertifikat HGB
dapat diagunkan lebih mahal daripada yang hanya 30 tahun, hal tersebut dilihat
dari sisi ekonomi. Dari sisi perlakuan, secara administratif yang mendapatkan
HGB mendapat perlakuan kemudahan yang ditegaskan dalam undang-undang, sedangkan
untuk rakyat miskin tidak ada jaminan untuk itu;
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Penanaman Modal
Asing di Indonesia selama ini sebenarnya tidak memperbaiki perekonomian warga
negara Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan kenaikan harga bahan
bakar minyak di Indonesia jika terjadi kenaikan harga minyak dunia. Sebenarnya
Indonesia tidak perlu terlalu mempeributkan masalah kenaikan minyak dunia,
karena Indonesia adalah negara penghasil minyak. Yang dengan demikian berarti
bahwa jika harga minyak dunia naik, keuntungan Indonesia pun akan naik.
Pun halnya dengan penggunaan kekayaan alam di Indonesia yang dapat
dikuasai oleh asing selama kurun waktu yang sangat lama akan menyebabkan
berbagai macam permasalahan terutama terkait dengan kemakmuran rakyat. Kasus di
Freeport adalah contoh nyata dari permasalahan yang timbul di Indonesia. Masyarakat
Papua masih jauh dari taraf kesejahteraan, padahal di Papua terdapat tambang
emas. Masih terjadi kasus kelaparan yang melanda Papua serta kasus lainnya
seperti keterbelakangan pendidikan di Papua. Hal ini memperlihatkan bahwa harus
ada pengkajian ulang terhadap sistem penanaman modal (investasi) asing di
Indonesia sehingga nantinya diharapkan tujuan pendiri negara untuk memakmurkan
rakyat seperti yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 dapat dicapai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Sistem atau Model Penanaman Modal (investasi)
Asing di Indonesia Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Penanaman Modal
Investasi dapat dilakukan terhadap
berbagai macam jenis usaha dan kekayaan alam yang ada di Indonesia. Negara
dalam hal ini sebagai pemegang kekuasaan adalah pihak yang paling sentral
posisinya dalam mengatur regulasi terkait investasi. Undang – Undang Dasar 1945
dalam pasal 33 mengatur mengenai kewajiban negara untuk mengelola kekayaan alam
yang terdapat di tanah air dan digunakan untuk kepentingan masyarakat secara
keseluruhan. Pasal 33 ayat (3) menyebutkan “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Amanat yang
terdapat dalam UUD tersebut harus dilakukan oleh negara.
Undang – undang Nomor 25 Tahun 2007 salah
satu yang diatur adalah jangka waktu yang sangat lama bagi pihak asing untuk
menanamkan modal. Kemudahan yang
diberikan oleh pemerintah tersebut menyebabkan banyaknya pihak asing yang
memiliki kekayaan alam Indonesia. Yang paling mencolok adalah penguasaan
tambang emas di papua oleh PT Freeport. Selain itu beberapa tambang minyak
Indonesia dikuasai oleh pihak asing. Sistem tersebut tentu juga harus
menguntungkan Indonesia, karena secara langsung Indonesia adalah pemilik dari
kekayaan alam tersebut. Permasalahan yang terjadi bukan hanya itu saja, jangka
waktu penguasaan yang lama akan menyebabkan warga Negara Indonesia tertutup
peluangnya untuk mempergunakan kekayaan alamnya sendiri, sehingga tidak jarang
terjadi kasus masyarakat daerah tertentu sangat tidak sejahtera padahal
daerahnya adalah daerah yang kaya seperti Papua.
3.1.2
Undang – Undang yang Mengatur tentang Penanaman Modal Asing Khususnya Pasal
22 yang Bertentangan dengan UUD 1945
Pasal 22 Undang-Undang Penanaman Modal
menunjukkan bahwa kepentingan rakyat diabaikan dengan adanya akses penuh bagi
investor asing untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia. Hal ini
bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dalam persidangan permohonan
Judicial Review terhadap UU Nomor 25 tahun 2007 di MK, dipaparkan berbagai
pandangan. Diantaranya yaitu pandangan menurut Salamudin Daeng, SE dan Prof. Dr. Achmad Sodiki, SH.
Pandangan-pandangan tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Penanaman
Modal Asing di Indonesia selama ini sebenarnya tidak memperbaiki perekonomian
warga negara Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya kebijakan kenaikan harga
bahan bakar minyak di Indonesia jika terjadi kenaikan harga minyak dunia.
Sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu mempeributkan masalah kenaikan minyak
dunia, karena Indonesia adalah negara penghasil minyak. Yang dengan demikian
berarti bahwa jika harga minyak dunia naik, keuntungan Indonesia pun akan naik.
3.2 Saran
Kekayaan alam di
Indonesia yang dapat dikuasai oleh asing selama kurun waktu yang sangat lama
akan menyebabkan berbagai macam permasalahan terutama terkait dengan kemakmuran
rakyat. Oleh karena itu diperlukan adanya pengkajian ulang terhadap sistem
penanaman modal (investasi) asing di Indonesia sehingga nantinya diharapkan
tujuan pendiri negara untuk memakmurkan rakyat seperti yang tercantum dalam
pasal 33 UUD 1945 dapat dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Makalah Workshop
Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan
Tantangan
Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Putusan MK Nomor 21-22/Puu-V/2007
wah ga bisa di copas nih
BalasHapus