Minggu, 02 Februari 2014

Peraturan MA No.1 Tahun 2014: Perolehan Bantuan Hukum yang Lebih Mudah Bagi Masyarakat Tidak Mampu

Sumber Gambar: http://ahok.org/berita/news/urgensi-keberadaan-komisi-nasional-bantuan-hukum/



Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah pedoman baru sebagai pengganti SEMA No.1 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum. Pedoman yang dikeluarkan oleh MA dibuat dalam bentuk Peraturan MA (PERMA), bukan Surat Edaran MA (SEMA) seperti sebelumnya.
Pedoman berupa SEMA bersifat administratif sehingga hanya berfungsi sebagai petunjuk bagi pengadilan-pengadilan di bawah MA. Sedangkan pedoman bantuan hukum yang berbentuk PERMA mengikat secara hukum bagi peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, peradilan militer, maupun pihak-pihak yang terkait dengan lembaga peradilan tersebut. Pedoman berbentuk PERMA menjadi hukum acara dalam lembaga-lembaga peradilan di bawah MA sehingga harus ditaati.

Pelayanan Pembebasan Biaya Perkara

Seseorang yang dapat mengajukan permohonan pembebasan biaya perkara yaitu:
a.      Penggugat/pemohon
b.      Tergugat/termohon

Secara umum, prosedur pembebasan biaya perkara dalam PERMA 1/2004 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan yaitu:
  1. Mengajukan permohonan secara tertulis mengenai pembebasan biaya perkara kepada Ketua Pengadilan melalui Kepaniteraan dengan melampirkan:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Wilayah setempat yang menyatakan bahwa benar yang bersangkutan tidak mampu membayar perkara; atau
b.   Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Karu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lain yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin yang dikeluarkan oleh instansi berwenang.
  1. Panitera/Sekretaris memeriksa kelayakan permohonan pembebasan biaya perkara dan ketersediaan anggaran.
  2. Ketua Pengadilan memeriksa berkas berdasarkan pertimbangan Panitera/Sekretaris dan mengeluarkan Surat Penetapan Layanan Pembebasan Biaya Perkara apabila permohonan dikabulkan.
  3. Apabila permohonan ditolak, maka biaya perkara tetap berlaku sebagaimana perkara biasa.

Pemberian Bantuan Hukum Gratis

Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dalam mengakses informasi hukum dan konsultasi hukum, dapat memperoleh bantuan hukum secara gratis di Pos Bantuan Hukum yang terdapat di setiap Pengadilan. Masyarakat yang berhak memperoleh bantuan hukum tersebut yaitu:
1.      Penggugat/pemohon
2.      Tergugat/termohon
3.      Terdakwa
4.      Saksi

Prosedur pemberian bantuan hukum menurut PERMA 1/2004 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan yaitu:
  1. Mendatangi petugas Pos Bantuan Hukum di Pengadilan dengan membawa:
a. Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/Kepala Wilayah setempat yang menyatakan bahwa benar yang bersangkutan tidak mampu membayar perkara; atau
b.   Surat Keterangan Tunjangan Sosial lainnya seperti Kartu Keluarga Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Karu Beras Miskin (Raskin), Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), Kartu Perlindungan Sosial (KPS), atau dokumen lain yang berkaitan dengan daftar penduduk miskin yang dikeluarkan oleh instansi berwenang; atau
c.   Apabila pemohon tidak memiliki dokumen yang tersebut pada point (a) dan (b), dapat membuat surat pernyataan tidak mampu membayar jasa advokat yang dibuat dan ditandatangani oleh pemohon dan disetujui petugas Pos Bantuan Hukum.

Prosedur dalam PERMA ini dinilai lebih mudah dibandingkan dengan pedoman dalam SEMA 1/2010. Di dalam SEMA, permohonan pembebasan biaya perkara dan bantuan hukum diajukan bersamaan dengan pengajuan perkara. Apabila permohonan ditolak selama masa sidang, lalu pemohon tidak mampu membayar biaya perkara dan bantuan hukum hingga batas akhir yang ditentukan, maka perkara akan dicoret dan persidangan dihentikan. Sedangkan di dalam PERMA 1/2014, permohonan diajukan sebelum pengajuan perkara sehingga pemohon dapat melakukan antisipatisi apabila permohonan ditolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar