Selasa, 14 Januari 2014

Kajian Yuridis Pemberlakuan Sanksi Administratif dalam Perda ( Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Usaha Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan )

KAJIAN YURIDIS
PEMBERLAKUAN SANKSI ADMINISTRATIF DALAM PERDA
( Studi Terhadap Peraturan Daerah Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Usaha Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan )




Disusun Oleh :
Denice Citra Pertiwi             ( 0810113262 / FH )
Anggraeni Indah P               ( 0910110008 / FH )
Desi Widya A                         ( 0910110137 / FH )
Satria Gustiana                      ( 0910110231 / FH )
Shoimatul Fitriana                ( 0910110235 / FH )
Yulia Kumalasari                  ( 0910111055 / FH )
Dewi Kristina                         ( 0910113105 / FH )
Famoza Aditya Nugraha      ( 0910113116 / FH )
A’liyatur Rosyidah            ( 0810910026 / MIPA)
Fitri Chandra Kusuma    ( 0810910045 / MIPA )
Lili Suharli                        ( 0810913013 / MIPA )
Lilik Erviani                      ( 0810913037 / MIPA )


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
2012



BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara hukum.[1] Sebagai Negara hukum, pemerintah Indonesia memiliki tugas dan wewenang untuk membuat peraturan perundang-undangan. Pembuatan peraturan perundang-undangan harus menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan masyarakat yaitu hak atas lingkungan hidup.
Pemenuhan atas kebutuhan lingkungan hidup telah dituangkan dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Untuk memaksimalkan implementasi dari Undang-Undang tersebut, diperlukan suatu penegakan hukum. Tujuan dari penegakan hukum lingkungan tersebut yaitu untuk melindungi daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan hidup.[2]
Penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan cara menerapkan sanksi administratif, perdata, dan pidana. Menurut Tuhana Taufiq Andrianto, penerapan sanksi yang pertama dilakukan seharusnya adalah sanksi administratif, yang dapat meliputi: (1)pemberian teguran keras (2)pembayaran uang paksaan (dwangsom) (3)penangguhan berlakunya izin (4)pencabutan izin.[3] Sama halnya dengan Undang-Undang PPLH, Undang-Undang tersebut juga menerapkan sistem penerapan sanksi administratif sebagai langkah awal penegakan hukum lingkungan.[4] Ketentuan tentang sanksi administratif dalam UUPPLH tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Namun hingga saat ini Menteri Lingkungan Hidup belum mengeluarkan peraturan untuk menindaklanjuti ketentuan sanksi administrasi dalam UUPPLH. Pemerintah Daerah, yang memiliki tugas dan wewenang untuk membantu Pemerintah Pusat dalam membuat peraturan perundang-undangan, berusaha merespon ketiadaan peraturan pemerintah tersebut dengan membuat Peraturan Daerah.
Kota Malang merupakan salah satu daerah yang merespon ketentuan penegakan hukum lingkungan administrasi dengan membentuk Perda. Pembuatan peraturan daerah menggunakan UUPPLH sebagai salah satu landasan yuridisnya. Salah satu Perda Kota Malang yang menggunakan landasan yuridis UUPPLH adalah Perda No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan.
Penegakan hukum lingkungan, termasuk penegakan hukum lingkungan administratif, merupakan salah satu sisi terlemah dari penegakan hukum di Indonesia. Menurut Hessel  Nogi S. Tangkilisan, [5]
Lemahnya penegakan lingkungan yang tidak dapat dipisahkan dari kondisi pemerintah pada umumnya di Indonesia, misalnya ketidakmampuan lembaga perwakilan melakukan fungsi control pengadilan yang belum mandiri, bersih, dan professional, aparatur pemerintah (birokrasi) yang tidak memiliki integritas yang kokoh dan responsive terhadap kebutuhan masyarakat.

Sama halnya dengan penegakan hukum lingkungan administrasi dalam Perda No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan, perda ini masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketentuan sanksi administrasi dalam Perda tersebut hanya mencakup hal-hal tentang ketidaksesuaian usaha dengan dengan izin yang sudah dimiliki. Bahkan ketentuan pidana pun hanya memuat pelanggaran yang berkaitan dengan izin perdagangan. Ketentuan pidana bagi izin industri hanya berupa pelanggaran atas perubahan usaha tanpa adanya laporan. Ketentuan administratif maupun pidana tidak memuat sanksi apapun bagi pengusaha industri yang tidak memiliki izin usaha maupun izin lingkungan.
Hal ini berbeda dengan UUPPLH yang dijadikan sebagai landasan yuridis bagi perda No.8 Tahun 2010. UUPPLH justru memberikan sanksi administratif  bagi pengusaha yang tidak memiliki izin lingkungan. Perda yang seharusnya mengatur lebih lanjut tentang penerapan sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak memiliki izin lingkungan, malah meniadakan ketentuan tersebut dalam Perda.
Hal ini akan memberikan peluang bagi para pengusaha industri kota Malang untuk menghindar dari jerat hukum apabila tidak memiliki izin lingkungan maupun izin administratif. Sedangkan penegakan hukum lingkungan administrasi yang dilakukan Pemerintah Kota Malang akan terhambat karena di dalam Perda sendiri tidak mengatur tentang sanksi administratif maupun pidana bagi pengusaha industri yang tidak mengantongi izin lingkungan dan izin usaha. Apalagi hingga saat ini pemerintah kota Malang juga belum mengeluarkan Peraturan Walikota untuk menindaklanjuti ketentuan sanksi administratif dalam perda tersebut. Jadi, selama Perwali tentang sanksi administratif  khususnya yang mengatur izin lingkungan dan izin usaha industri belum dikeluarkan, para pengusaha industri di kota Malang masih bebas menjalankan usaha tanpa mengantongi izin lingkungan dan izin usaha.
Jika kondisi ini dibiarkan secara terus-menerus, kerusakan lingkungan akan terus terjadi karena pengusaha-pengusaha industri tersebut mengelola bahan baku tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan, mengingat mereka belum memiliki izin lingkungan dan izin usaha. Oleh sebab itu, diperlukan suatu kajian secara mendalam untuk membuat perubahan terhadap ketentuan sanksi administratif dalam Perda no.8 Tahun 2010. Kajian tersebut sebagai sarana untuk memperbaiki sistem penegakan hukum lingkungan administratif di kota Malang agar lebih maksimal.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengaturan sanksi administratif dalam Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan?
2.      Bagaimana seharusnya pengaturan sanksi administratif dalam Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan ?


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengaturan Sanksi Administratif dalam Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan
Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang disertai sistem desentralisasi.[6] Dalam sistem desentralisasi ini, terdapat pelimpahan sebagian wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.  Pemerintah daerah memiliki wewenang di berbagai bidang, kecuali bidang agama, pertahanan dan keamanan, moneter, luar negeri, dan yustisia. Salah satu bidang yang menjadi wewenang pemerintah daerah yaitu bidang lingkungan hidup.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang tersebut dikeluarkan sebagai wujud pemenuhan hak rakyat di bidang lingkungan. Namun diperlukan kerjasama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah untuk memaksimalkan implementasi dari undang-undang tersebut. Oleh karena itu setiap pemerintah daerah mulai mengeluarkan produk hukum sebagai bentuk partisipasi mereka dalam memaksimalkan penegakan hukum lingkungan.
Menurut Notie Handhaving Milleurecht, “ penegakan hukum adalah pengawasan dan penerapan (atau dengan ancaman) penggunaan instrumen administratif, kepidanaan atau keperdataan untuk mencapai penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individu”.[7] Sedangkan penegakan tersebut dalam bidang lingkungan dapat dilakukan dengan pengamatan melalui pengawasan dan pemeriksaan serta melalui deteksi pelanggaran hukum, pemulihan kerusakan lingkungan dan tindakan kepada pembuat.[8] Pengamatan hukum lingkungan dalam hal tindakan kepada pembuat dapat dilaksanakan melalui sarana administratif, perdata, dan perdata. Salah satu sarana penegakan dalam pengelolaan dan pengawasan lingkungan hidup yang sangat penting adalah sarana administratif.
Menurut Endro Waluyo, “Administrasi lingkungan hidup adalah suatu proses penyelenggaraan dan pengurusan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia melalui segenap tindakan/kegiatan dalam setiap usaha kerjasama kelompok orang untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup”.[9] Sedangkan penegakan merupakan bentuk tindak lanjut dari pelaksanaan suatu peraturan agar terdapat kepastian hukum bagi masyarakat. Jadi, penegakan hukum lingkungan administrasi adalah tindak lanjut dari proses penyelenggaraan dan pelaksanaan pengurusan lingkungan hidup untuk merealisasikan kepastian hukum dari UUPPLH.
Penegakan sanksi administratif merupakan salah satu bentuk penyelesaian masalah lingkungan yang bertujuan agar pembuatan atau pengabaian yang melanggar hukum atau tidak memenuhi persyaratan, berhenti atau mengembalikan kepada keadaan semula sebelum terjadi pelanggaran.[10] Sanksi ini sangat penting untuk mencegah para pengusaha melakukan kegiatan illegal yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Penegakan sanksi administrasi dalam hukum lingkungan, juga diterapkan oleh pemerintah daerah kota dalam bentuk Peraturan Daerah. Menurut Hamid Attamimi, “Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan yang dibentuk oleh bupati atau walikota/kepala daerah kabupaten/kota bersama-sama dengan DPRD kabupaten/kota, dalam melaksanakan otonomi daerah yang diberikan kepada Pemerintah daerah kabupaten/kota, yaitu bupati atau walikota dan DPRD kabupaten/kota”.[11]
Salah satu pemerintah daerah kota yang menggunakan hukum lingkungan sebagai salah satu landasan yuridis bagi Perdanya adalah pemerintah daerah kota Malang. Beberapa peraturan daerah kota Malang menggunakan UUPPLH sebagai salah satu landasan yuridisnya, khususnya dalam hal penerapan sanksi administratif. Namun terdapat salah satu peraturan daerah yang memiliki ketidakjelasan dalam bab tentang sanksi administratif, yaitu Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan.
Bab VI tentang sanksi administratif ( pasal 26-29 ) dalam Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan mengatur tentang sanksi bagi pengusaha yang melanggar ketentuan perizinan, baik dalam bidang perindustrian maupun perdagangan. Surat izin bagi pengusaha industri adalah Izin Usaha Industri (IUI) sedangkan surat izin bagi pengusaha perdagangan adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).[12]
Secara umum, pasal-pasal dalam bab IV sanksi administratif mengatur tentang sanksi administratif bagi pengusaha industri maupun perdagangan yang  kegiatan usahanya tidak sesuai dengan surat izin yang dimilikinya. Ada ketentuan lain dalam perda tersebut yang mengatur tentang penerapan sanksi pidana bagi pengusaha perdagangan yang tidak memiliki SIUP. Namun tidak ada ketentuan yang memberikan sanksi administratif bagi para pengusaha industri yang tidak memiliki IUI. Bahkan ketentuan pidana pun tidak mengatur pengenaan sanksi bagi pengusaha industri yang tidak memiliki IUI.
Ketidakjelasan pengaturan mengenai sanksi administratif dalam pelanggaran perizinan bagi pengusaha industri menimbulkan permasalahan di dalam masyarakat. Tidak ada ketentuan dalam Perda kota Malang no.8 tahun 2010 yang mengatur tentang sanksi administratif maupun sanksi pidana bagi  pengusaha industri.  Hal ini memberikan peluang bagi para pengusaha industri di kota Malang untuk tidak mengurus perizinan karena tidak ada sanksi apapun bagi mereka yang melanggarnya.
Salah satu permasalahan tentang perizinan usaha industri yang pernah terjadi di kota Malang adalah kasus perizinan industri jamu. Dinas Kesehatan Kota Malang seringkali menemukan jamu yang tidak memiliki nomor registrasi atau nomor registrasinya fiktif. [13] Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak industri jamu di kota Malang yang belum memiliki izin usaha industri (IUI). Namun hingga saat ini belum ada tindakan tegas bagi pemilik industri jamu illegal tersebut. Produknya hanya ditarik dari pasaran tanpa ada tindak lanjut bagi pemilik industri jamu.
Jika kondisi ini diabaikan, akan menimbulkan permasalahan jangka panjang bagi lingkungan hidup. Industri jamu yang tidak memiliki IUI kemungkinan akan menimbulkan pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industrinya. Limbah industri jamu illegal yang berasal dari bahan-bahan kimia, yaitu bahan-bahan yang tidak terdaftar karena tidak memiliki IUI, beresiko memberikan dampak buruk bagi lingkungan hidup.
Sanksi administratif pada penegakan hukum lingkungan memiliki fungsi untuk mencegah terjadinya pelanggaran terkait dengan perizinan. Namun Perda kota Malang no.8 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan tidak memuat sanksi administratif hukum lingkungan terkait dengan izin usaha industri. Sekalipun ditemukan produk yang tidak memiliki nomor registrasi, yaitu bukti bahwa tidak memiliki IUI, tidak ada tindakan tegas dari pemerintah karena pemerintah tidak berwenang atas hal itu. Pemerintah daerah tidak berwenang karena di dalam Perda sendiri tidak memuat ketentuan sanksi administratif bagi pengusaha industri illegal. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pemilik industri di kota Malang untuk tetap eksis meski tidak memiliki IUI.
Kegiatan industri jamu melibatkan lingkungan hidup sebagai bagian dari proses industri. Hal yang paling berdampak bagi lingkungan hidup dalam proses industri tersebut yaitu proses pembuangan limbah. Apabila industri jamu tidak memiliki IUI, akan memberikan peluang bagi mereka untuk menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Bahan-bahan kimia berbahaya inilah yang akan mencemari bahkan merusak lingkungan jika limbahnya dibuang ke area lingkungan hidup.

B.     Ketentuan Sanksi Administratif yang Seharusnya Diatur dalam Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan
Sanksi administratif dalam hukum lingkungan merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Demikian pula dengan Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan. Peraturan ini menggunakan UUPPLH sebagai salah satu landasan yuridisnya khususnya penerapan sanksi administrasi lingkungan hidup dalam hal perizinan. Ketentuan mengenai sanksi administratif tersebut diatur dalam bab IV tentang sanksi administratif (pasal 26-30).
Namun Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan tidak memuat ketentuan bagi pengusaha industri yang tidak memiliki IUI. Bahkan ketentuan pidana pun tidak mengenakan sanksi bagi pengusaha industri yang belum mengantongi izin tersebut. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh para pengusaha industri kota Malang untuk mendirikan usaha tanpa izin usaha.
Sanksi administratif dalam hukum lingkungan memiliki fungsi sebagai instrumen untuk mencegah terjadinya pelanggaran terutama di bidang perizinan. Instrumen ini digunakan untuk mencegah terjadinya usaha illegal yang mungkin memberikan dampak buruk bagi lingkungan hidup. Akan tetapi Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan tidak menjalankan fungsi penegakan hukum lingkungan administrasi dengan baik. Ketentuan sanksi administrasi yang dimuat dalam Perda tersebut tidak memuat secara lengkap dan jelas sehingga bisa disimpangi oleh para pengusaha industri di kota Malang.
Peraturan Daerah Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan seharusnya melaksanakan fungsi penegakan hukum lingkungan administrasi secara maksimal. Penegakan hukum lingkungan administrasi tersebut sesuai dengan kewajiban Perda dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas :[14]
a.  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
b.  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c.  Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 
d.  Peraturan Pemerintah;
e.  Peraturan Presiden;
f.  Peraturan Daerah Provinsi; dan
g.  Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sesuai dengan hierarkhi peraturan perundangan-undangan, seharusnya Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan tunduk terhadap UUPPLH. Demikian pula ketentuan sanksi administratif dalam Perda tersebut harus sesuai dengan pengaturan sanksi administratif dalam UUPPLH. Namun terdapat ketidaksesuaian ketentuan antara Perda dengan UUPPLH.
UUPPLH memuat bahwa terdapat ketentuan sanksi administratif bagi pengusaha yang tidak memiliki izin lingkungan.[15] Sedangkan Peraturan Daerah Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan tidak memuat ketentuan adanya sanksi administratif bagi pengusaha industri yang tidak memiliki izin usaha.
Untuk mendapatkan izin usaha industri, Perda tersebut menentukan adanya pemenuhan salah satu syarat yaitu memiliki Analisis Mengenai  Dampak  Lingkungan  (AMDAL)  atau  Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).[16] Jadi, apabila suatu usaha industri tidak memiliki izin usaha (IUI), kemungkinan usaha itu juga belum memiliki AMDAL, UKL dan UPL yang merupakan bentuk izin lingkungan.
Ketidaksesuaian antara sanksi administratif UUPPLH dengan Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan menunjukkan bahwa ketentuan sanksi administratif dalam Perda tersebut tidak sinkron dengan UUPPLH. UUPPLH mengenakan sanksi administratif  bagi pengusaha yang tidak memiliki izin lingkungan, sedangkan Perda tersebut tidak menjatuhkan sanksi administratif  bagi pengusaha industri yang tidak memiliki izin usaha termasuk di dalamnya izin lingkungan (AMDAL,UKL,dan UPL).
Seharusnya ketentuan sanksi administratif dalam Peraturan Daerah Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan menyesuaikan dengan ketentuan sanksi administratif dalam UUPPLH. Untuk melakukan penyesuaian tersebut diperlukan suatu perubahan dalam ketentuan sanksi administratif perda agar terdapat sinkronisasi dengan UUPPLH. Perubahan sanksi administratif dapat dilakukan dengan menambahkan  pengenaan sanksi administratif  bagi pengusaha industri yang tidak memiliki izin usaha maupun izin lingkungan. Menurut Muhammad Erwin, sanksi administratif yang dapat diberikan dalam penegakan hukum lingkungan administrif dapat berupa :[17]
a.         Paksaan pemerintah atau tindakan paksa (Bestuursdwang)
b.         Uang paksa (publiekrechtelijkedwangsom)
c.         Penutupan tempat usaha
d.        Penghentian kegiatan mesin perusahaan (Buitengebruikstelling van een toestel)
e.         Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.
Sedangkan menurut pasal 76 UUPPLH, sanksi administratif dapat berupa :
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan.
Sanksi administratif tersebut berlaku bagi semua kalangan industri, baik industri kecil, menengah, maupun besar. Apabila industri kecil merasa terbebani dengan syarat AMDAL, pemerintah kota Malang akan membantu penyusunannya. Hal ini telah diatur dalam UUPPLH yang menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan AMDAL bagi usaha golongan ekonomi lemah yang berdampak penting pada lingkungan hidup.[18] Jadi, tidak ada lagi alasan bagi industri illegal untuk menghindar dari prosedur formal karena keberatan dengan penyusunan AMDAL yang memakan biaya cukup tinggi.
Perubahan sanksi administratif diharapkan akan mempersempit peluang para pengusaha industri di kota Malang untuk tetap menjalankan usaha tanpa izin usaha. Selain itu perubahan tersebut juga sebagai dasar wewenang bagi pemerintah kota Malang untuk memberikan sanksi tegas bagi para pengusaha industri illegal. Dengan demikian jumlah industri illegal di kota Malang akan berkurang karena adanya sanksi tegas bagi mereka sehingga lingkungan hidup terhindar dari ancaman pencemaran maupun kerusakan yang ditimbulkan oleh industri illegal.
Disamping itu diperlukan pula peran serta Ombudsman untuk memaksimalkan pelaksanaan perubahan sanksi administratif pada Perda Kota Malang no.8 tahun 2010. Peran serta Ombudsman dalam mengawasi pemerintah daerah kota Malang akan semakin mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan perubahan. Perubahan sanksi administratif yang dipercepat atas dorongan Ombudsman tersebut akan menekan jumlah industri illegal di kota Malang sehingga kesehatan lingkungan akan tetap terjaga.


BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
1.      Ketentuan sanksi administratif dalam Perda Kota Malang no.8 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan tidak memberikan sanksi administratif  bagi industri illegal yang belum memiliki izin usaha.
2.      Ketiadaan sanksi administratif akan memberikan peluang bagi pengusaha industri untuk melakukan pencemaran lingkungan akibat bahan-bahan kimia industri yang tidak terdaftar.
3.      Diperlukan suatu perubahan dalam ketentuan sanksi administratif dengan mencantumkan sanksi bagi industri illegal yang belum memiliki izin usaha.
4.      Sanksi administratif yang dapat diberikan pada industri illegal yaitu berupa teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, atau pencabutan izin lingkungan.

B.     SARAN
1.      Pemerintah Daerah Kota Malang diharapkan dapat segera membuat Peraturan Walikota untuk menindaklanjuti ketentuan sanksi administratif yang terdapat dalam Perda Kota Malang no.8 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan.
2.      Pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi kepada industri-industri illegal khususnya ekonomi lemah bahwa penyusunan AMDAL yang memberatkan mereka akan dibantu oleh pemerintah daerah.



[1] Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945
[2] Mas Ahmad Santosa, 2001, Good Governance, ICEL, Jakarta, hlm.234
[3] Tuhana Taufiq Andrianto, 2002, Audit Lingkungan, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, hlm.27
[4] Lihat pasal 76 Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang PPLH
[5] Hessel  Nogi S. Tangkilisan, 2004, Kebijakan dan Manajemen Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Yogyakarta, hlm 108.
[6] Philipus M. Hadjon dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hlm.79
[7] A. Hamzah, 1995, Penegakan Hukum Lingkungan, Arikha Media Cipta, Jakarta, hlm. 61
[8] Supriadi, 2010, Hukum Lingkungan di Indonesia:Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.269
[9] Endro Waluyo, 2002, Administrasi Lingkungan Hidup, Global Pustaka Utama, Yogyakarta hlm. 5
[10] Mukhlish, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer, Setara press, Malang,
hlm 139
[11] Hamid Attamimi, Ilmu Perundang-undangan : Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 203
[12] Lihat pasal 2 ayat (1) dan pasal 12 ayat (1) Perda Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Usaha Perindustrian dan Perdagangan
[13] http://www.ligagame.com/forum/index.php?topic=65709.0;wap2 diakses pada tanggal 24 November 2011. Jam 17.00 WIB
[14] Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
[15] Lihat pasal 76 Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
[16] Lihat pasal 15 ayat 2 Peraturan Daerah Kota Malang No.8 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perindustrian dan Perdagangan
[17] Muhammad Erwin, 2009, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Refika Aditama, Bandung, hlm 117
[18] Lihat pasal 32 ayat (1) Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2 komentar: